ABSTRAK
Koperasi
merupakan salah satu instrument ekonomi yang menjadi perwujudan pembangunan
bangsa secara kolektif. Hal ini sesuai dengan asal kata koperasi itu sendiri yang
berarti kerja sama. Untuk merealisasikan tujuan mulia yang menjadi dasar
berdirinya koperasi tersebut, maka diperlukanlah perangkat organisasi koperasi,
salah satunya adalah pengurus koperasi. Dalam melaksanakan kegiatannya
tersebut, pengurus koperasi juga harus memikul kerugian yang diderita oleh
koperasi. Tanggung jawab itu dikenal dengan tanggung jawab renteng
(bersama-sama), walaupun dalam keadaan tertentu tanggung jawabnya adalah secara
indivivual. Dengan demikian tanggung jawab pengurus koperasi berbeda dengan
tanggung jawab persero dalam Perseroan Terbatas yang terbatas pada jumlah saham
yang dimilikinya.
Kata
Kunci: Tanggung Jawab, Pengurus Koperasi
Koperasi
pada umumnya
Kata “koperasi” (cooperation-cooperative) berarti: kerja
sama. Dengan adanya kerja sama antara beberapa orang, suatu tujuan yang sukar
dicapai oleh orang perseorangan, dapat dicapai dengan mudah. Oleh karena itu,
koperasi adalah suatu kerja sama antara orang-orang yang tidak bermodal untuk
mencapai tujuan kemakmuran bersama (H.M.N Purwosutjipto, 2008: 184).
Namun ada juga dalam beberapa literatur, dikenal juga koperasi
tradisional atau koperasi hirstoris. Koperasi ini berkembang di
Eropa di akhir abad 18 sampai 19. Pertumbuhannya berdasarkan naluri solidaritas
kelompok atau suku bangsa tertentu. Dengan menggunakan pendekatan pengelolaan
sederhana namun berhasil menanamkan prinsip pemanfaatan bersama atas sumber
daya produksi yang tersedia (Hanel, 1985: 27).
Definisi
koperasi sendiri dirumuskan dalam bentuk formalistik pada Pasal 1 angka 1 UU
No. 25 Tahun 1992 yang menyatakan bahwa koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau
badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiataannya berdasarkan prinsip
Koperasi sekaligus gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.
Dalam konsiderans UUP telah disebutkan bahwa koperasi, baik sebagai gerakan
ekonomi rakyat maupun sebagai badan usaha berperan serta untuk mewujudkan
masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan UUD 1945
dalam tata perekonomian nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasar
atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
Pengurus
dalam kegiatan koperasi
Oleh karena itu untuk merealisasikan tujuan mulia yang menjadi
dasar berdirinya koperasi tersebut, maka diperlukanlah perangkat organisasi koperasi
yang terdiri dari rapat anggota, pengurus, dan pengawas. Dalam UUP,
ketentuan tentang pengurus diatur dalam Pasal 29 sampai dengan Pasal 37. Dari
ketentuan dalam pasal-pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa Pengurus koperasi
dipilih dari dan oleh anggota dalam suatu rapat anggota, untuk masa jabatan
selama 5 (lima) tahun, dengan kemungkinan dapat dipilh kembali.
Mace sebagaimana
disebutkan dalam bukunya Leon Gafrayon dan Paul O. Mohn mengidentifikasikan
bahwa peranan yang harus dimiliki oleh Pengurus, antara lain:
- Menentukan tujuan organisasi, strategi persusahaan (corporate strategies) dan kebijaksanaan umum dari organisasi;
- Dalam rangka usaha memperoleh indormasi dari para eksekutif, yang dapat digunakan dalam perumusan kebijaksanaan, pengurus harus mengajukan pertanyaan secara cermat kepada eksekutif;
- Memilih dan mengangkat eksekutif-eksekutif kunci.
Tanggung jawab Pengurus koperasi
Meskipun pengurus memiliki peranan-peranan dan beberapa “kekuasaan”
penting sebagaimana yang diatur dalam UUP, namun pengurus juga mempunyai
tanggung jawab yang harus dipikul atas semua kegiatan pengelolaan koperasi (d.h.i
kerugian yang diderita), baik itu secara bersama-sama ataupun secara pribadi.
Secara konsep teroritis, tanggung jawab Pengurus koperasi adalah
tidak terbatas. Berbeda dengan tanggung jawab persero dalam Perseroan Terbatas,
dimana hanya terbatas pada saham yang dimilikinya. Tanggung jawab Pengurus
koperasi diatur dalam Pasal 34 UUP yang menyatakan bahwa “Pengurus, baik
bersama-sama, maupun sendiri-sendiri, menanggung kerugian yang diderita
Koperasi, karena tindakan yang dilakukan dengan kesengajaan atau kelalaiannya”
(ayat 1). Dan “disamping penggantian kerugian tersebut, apabila tindakan itu
dilakukan dengan kesengajaan, tidak menutup kemungkinan bagi penuntut umum
untuk melakukan penuntutan” (ayat 2).
Dari ketentuan tersebut jelas bahwa tanggung jawab yang harus
dipikul oleh setiap pengurus koperasi adalah tanggung renteng (bersama-sama),
walaupun dalam keadaan tertentu tanggung jawabnya adalah secara individual.
Tanggung jawab tanggung renteng tersebut merupakan manifestasi dari asas
kekeluargaan yang dianut dalam kegiatan koperasi, sebagaimana yang diatur dalam
Pasal 2 UUP.
Berdasarkan pemahaman dari maksud tanggung jawab Pengurus koperasi tersebut,
maka dapat diidentifikasikan menjadi beberapa bagian penting, antara lain:
- Jika kelalaian itu mengenai sesuatu yang termasuk pekerjaan beberapa orang anggota pengurus, maka mereka berasma-sama menanggung kerugian;
- Seorang anggota pengurus bebas dari tanggung jawabnya, jika ia dapat membuktikan bahwa kerugian itu bukan akibat dari kelalaian atau kesengajaannya. Juga harus dapat membuktikan bahwa ia telah berusaha dengan secepatnya untuk mencegah timbulnya kerugian itu;
- Penggantian kerugian oleh anggota/anggota-anggota pengurs yang melakukan kelalaian atau kesengajaan, tidak menutup kemungkian bagi penuntut umum untuk menuntut anggota pengurus yang bersangkutan dari sudut hukum pidana (H.M.N Purwosutjipto, 2008: 207).
Atau dalam bahasa sederhannya adalah bahwa terhadap kerugian yang diderita
oleh Koperasi, pengurus secara bersama-sama (renteng) maupun sendiri-sendiri
(pribadi) menanggung kerugian tersebut, jika kerugian itu terjadi atau timbul
karena tindakannya yang disengaja atau akibat kelalaiannya. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa jika kerugian tersebut bukan akibat dari tindakan sengaja
ataupun bukan akibat dari kelalaian pengurus dan pengurus bersangkutan dapat
membuktikannya, maka dia bebas dari tanggung jawab tersebut.
Sehingga dalam hal ini
koperasi itu sendirilah yang bertanggung jawab dalam kedudukannya sebagai suatu
badan hukum. Tetapi apabila kerugian tersebut sebagai akibat tindakan sengaja
dari pengurus disamping dia bertanggung jawab untuk mengganti kerugian, maka
tidak menutup kemungkinan bagi penuntut umum untuk melakukan tuntutan pidana.
Misalnya dalam hal: penyalahgunaan uang organisasi, melalaikan tugas, melakukan
tugasnya dengan tidak hati-hati dan sebagainya (Hendrojogi, 1997: 143).
Palembang, Maret 2010
M. Alvi Syahrin
No comments:
Post a Comment