ABSTRAK
Asuransi
sendiri terdiri dari beberapa macam bentuk, diantaranya adalah asuransi
kendaraan bermotor yang merupakan bagian dari jenis asuransi kerugian. Tidak seperti jenis asuransi lain, asuransi
kendaraan bermotor adalah asuransi kerugian yang tidak mendapat pengaturan
khusus dalam KUHD. Oleh karena itu, maka seluruh ketentuan umum asuransi
kerugian dalam KUHD berlaku terhadap asuransi kendaraan bermotor. Disamping
ketentuan umum dalam KUHD berlaku terhadap asuransi kerugian, kesepakatan bebas
yang dibuat secara tertulis dalam bentuk akta yang disebut polis menjadi dasar
hubungan asuransi kendaraan bermotor antara tertanggung dan penanggung. Dalam
praktek sering kali terjadi suatu permasalahan dimana adanya asuransi terhadap
mobil yang dibeli secara cicilan. Secara yuridis, maka pihak pembeli mobil
cicilan tersebut tidak dapat menuntut ganti kerugian kepada pihak asuransi atas
kehilangan mobil tersebut karena mobil tersebut belumlah berpindah stastus
kepemilikan atas dasar ketentuan Pasal 263 KUHD.
Kata
Kunci: Asuransi Kerugian, Mobil Cicilan
Pendahuluan
Istliah
asuransi dapat dipersamakan dengan pertangungan yang dalam bahasa Belanda
adalah verzekering dan asurrantie.[1]
Dalam bahasa Inggris dipakai istilah insurance.
Prof Sukardono, menerjemahkan verzekering
itu dengan pertanggungan. Hal tersebut juga ditegaskan oleh pendapat Prof.
Subekti yang pada umumnya menggunakan istilah pertanggungan dalam terjemahannya
KUHD dan UU Kepailitan. Sedangkan Sri Rezeki Hartono, menggunakan kata asuransi
untuk istilah verzekering.
Istilah
asurrantie di-Indonesiakan menjadi
asuransi. Istilah asuransi lebih banyak dikenal dan dipakai dalam praktek
perusahaan pertanggungan sehari-hari. Orang yang mengasurasnikan disebut dalam
bahasa Belanda sebagai geassureerde
dan dalam bahasa Inggris sebagai the assured.
Sedangkan orang yang menerima asurasni dalam bahasa Belanda disebut sebagai assuradeur dan dalam bahasa Inggrisnya
disebut the assurer.
Asuransi
sendiri terdiri dari beberapa macam bentuk, diantaranya adalah asuransi
kendaraan bermotor yang merupakan bagian dari jenis asuransi kerugian. Tidak seperti jenis asuransi lain, asuransi kendaraan
bermotor adalah asuransi kerugian yang tidak mendapat pengaturan khusus dalam
KUHD. Oleh karena itu, maka seluruh ketentuan umum asuransi kerugian dalam KUHD
berlaku terhadap asuransi kendaraan bermotor. Di samping ketentuan umum dalam
KUHD berlaku terhadap asuransi kerugian, kesepakatan bebas yang dibuat secara
tertulis dalam bentuk akta yang disebut polis menjadi dasar hubungan asuransi
kendaraan bermotor antara tertanggung dan penanggung.[2]
Permasalahan
Berdasarkan
uraian diatas yang berkaitan dengan asuransi kendaraan bermotor, maka akan
diangkat suatu rumusan permasalahan yang diilustrasikan dalam bentuk kasus,
yaitu A (tertanggung) membeli mobil (second) di showroom secara mengangsur
sehingga BPKB dan surat-surat lainnya masih ada ditangan pihak showroom. Mobil
tersebut juga telah diasuransikan oleh si A. Kemudian mobil tersebut hilang di
depan rumah si A karena dicuri oleh orang lain, setelah empat bulan diterimanya.
Dengan hilangnya mobil tersebut apakah si A dapat menuntut pihak asuransi untuk
membayar ganti rugi atas kehilangan mobilnya?
Pembahasan
Hubungan
antara risiko dan asuransi merupakan hubungan yang erat satu dengan yang lain.
Dari sisi manajemen resiko, asuransi malah dianggap sebagai salah satu cara
yang terbaik untuk menangani suatu resiko. Dalam pasal 246 KUHD memberikan batasan perjanjian asuransi
sebagai berikut; Asuransi atau
pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan
diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan
penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, kehilangan keuntungan
yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang
tidak tertentu.
Jadi, oleh karena asuransi atau pertanggungan itu merupakan
suatu perjanjian, maka di dalamnya paling sedikit tersangkut dua pihak. Pihak
yang satu adalah pihak yang seharusnya menanggung resikonya sendiri, tetapi
kemudian mengalihkannya kepada pihak lain, pihak pertama ini kemudian disebut
sebagai tertanggung atau dengan kata lain ialah pihak yang
potensial mempunyai resiko. Sedangkan pihak yang lain ialah pihak yang bersedia
menerima resiko dari pihak pertama dengan menerima suatu pembayaran yang disebut
premi. Pihak yang menerima resiko pihak yang satu tersebut disebut sebagai penanggung
(biasanya perusahaan pertanggungan atau asuransi).
Kewajiban utama penanggung dalam perjanjian asuransi
sebenarnya adalah memberi ganti kerugian. Meskipun demikian kewajiban memberi
ganti rugi itu merupakan suatu kewajiban bersyarat atas terjadi atau tidak
terjadinya suatu peristiwa yang diperjanjikan yang mengakibatkan timbulnya
suatu kerugian. Artinya, pelaksanaan kewajiban penanggung itu masih tergantung
pada terjadi atau tidak terjadinya peristiwa yang telah diperjanjikan oleh para
pihak sebelumnya.
Untuk sampai pada suatu keadaan dimana penanggung atau
perusahaan harus benar-benar member ganti kerugian harus dipenuhi tiga syarat
berikut ini, antara lain:
- Harus terjadi suatu peristiwa yang tidak tertentu yang diasuransikan;
- Pihak tertanggung harus menderita kerugian;
- Ada hubungan sebab akibat antara peristiwa dan kerugian.
Apabila suatu kerugian terjadi sebagai akibat dari suatu
peristiwa yang tidak tertentu yang tidak diperjanjikan, maka tentu saja
penanggung harus memenuhi kewajibannya untuk memberi ganti kerugian. Meskipun
demikian tidak setiap kerugian dan setiap adanya peristiwa selalu berakhir
dengan pemenuhan kewajiban penanggung terhadap tertanggung, melainkan harus
dalam suatu rangkaian peristiwa yang mempunyai hubungan sebab akibat. Perusahaan
asuransi sebagai penanggung dengan tegas memberikan kriteria dan batasan
luasnya proteksi atau jaminan yang diberikannya kepada tertanggung. Kriteria
dan batasan tersebut dicantumkan di dalam polis, sesuai dengan jenis asuransi
yang bersangkutan. Sehingga setiap polis tercantum jenis peristiwa apa saja
yang menjadi tanggung jawab penanggung. jadi apabila terjadi kerugian yang
disebabkan karena peristiwa-peristiwa yang diperjanjikan itulah penanggung akan
membayar ganti kerugian.
Biasanya dalam praktek sehari-hari, polis yang dikeluarkan
oleh perusahaan asuransi masih harus ditambah atau diubah untuk memenuhi
berbagai kebutuhan antara lain kemungkinan adanya perubahan keadaan, pemindahan
tangan nama, dan sebagainya. Setiap perubahan/ penambahan, baik yang bersifat
syarat atau bersifat pemberitahuan harus dicatat dalam polis yang bersangkutan,
agar perubahan ini dapat dianggap sah dan mengikat para pihak.
Sebagaimana diketahui bahwa resiko yang ditanggung ole
penanggung dalam asuransu kendaraan bermotor ada dua jenis, yaitu kerugian atau
kerusajan kendaraan bermotor dan tanggung jawab hukum terhadap pihak ketiga.
Dalam suatu keadaan yang mengakibatkan kerusakan terhadap kendaraan bermotor,
maka penanggung akan memberikan penggantian kepada tertanggung atas kerugian
yang disebabkan oleh:[3]
- Tabrakan, benturan, terbalik, tergenlincir dari jalan dan lainnya;
- Perbuatan jahat orang lain;
- Pencurian termasuk pencurian yang didahului atau disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman dengan kekerasan kepada orang dan lainnya;
- Kebakaran termasuk kebakaran benda atau kendaraan bermotor lain yang berdekatan atau tempat penyimpanan kendaraan bermotor yang diasuransikan dan lainnya.
Berdasarkan uraian diatas, bila kita kaitkan dengan
permaslahan kasus yang diangkat dalam tulisan ini, maka secara yuridis si A
dapat menuntut ganti kerugian kepada perusahaan asuransi selaku pihak
penanggung atas kehilangan mobilnya tersebut.
Namun bila kita tinjau menurut ketentuan pasal 263 Kitab Undang-undang
Hukum Dagang (KUHD) yang menyatakan bahwa "Apabila barang-barang yang
dipertanggungkan, dijual atau berpindah hak miliknya, maka pertanggungan
berjalan terus guna keuntungan si pembeli atau si pemilik baru, biarpun
pertanggungan itu tidak dioperkan, mengenai segala kerugian yang timbul sesudah
barang tersebut mulai menjadi tanggungannya si pembeli atau si pemilik baru
tadi; segala sesuatu itu kecuali apabila telah diperjanjikan hal yang
sebaliknya antara si penanggung dan tertanggung yang semula.” (ayat 1). Apabila, pada waktu
barang itu dijual atau dipindahkan hak miliknya, si pembeli atau si pemilik
baru menolak untuk mengoper tanggungannya, sedangkan si tertanggung yang semula
masih tetap berkepentingan terhadap barang yang dipertanggungkan, maka
pertanggungan itu sementara tetap akan berjalan guna keuntungannya." (ayat 2) maka akan terjadi sebaliknya.
Berdasarkan ketentuan Pasal 263 KUHD
tersebut maka si A selaku pihak tertanggung memang belum berhak untuk menuntut
asuransi tersebut dengan alasan karena mobil itu belum berpindah kepemilikannya
atas nama si A. Tertanggung masih harus membayar cicilan mobil tersebut, kecuali
pada saat mobil dicuri, si A telah melunasi mobil tersebut. Dengan adanya pelunasan
modil tersebut, berarti mobil tersebut telah menjadi milik si A yang
konsekuensi yuridisnya surat-surat dan BPKB tersebut telah berubah atas nama si
A sehingga si A berhak untuk menuntut asuransi tersebut kepada pihak perusahan
asuransi.
Namun karena si A belum juga
melunasi mobil tersebut hingga mobil itu dicuri orang, maka si A secara yuridis
belum dapat untuk menuntut ganti rugi kepada pihak asuransi. Mengenai hal
tersebut, Abdul Kadir Muhammad menyatakan bahwa apabila kendaraan bermotor dan
atau kepentingan yang diasuransikan pindah tangan, baik berdasarkan suatu
persetujuan maupun karena tertanggung meninggal dunia dan menyimpang dari Pasal
263 KUHD dengan sendirinya polis ini batal setelah 10 (sepuluh) hari kalender
sejak pindah tangan tersebut, kecuali apabila penanggung setuju melanjutkannya.[4]
Berdasarkan hal tersebut, maka si A sebagai tertanggung dapat menuntut pihak
penanggung apabila ketentuan tentang pembayaran ganti rugi kendaraan yang belum
berpindah hak milik tersebut telah ditentukan secara sepakat yang dituangkan
dalam bentuk polis dan pihak penanggung setuju untuk melanjutkannya (membayar
ganti rugi). Namun apabila pihak penanggung tidak mau melanjutkan untuk
membayar ganti kerugian atas kehilangan mobil si A tersebut maka tidak ada hak
terhadap si A untuk memaksa pihak panggung untuk membayar ganti kerugian atas
dalil telah ditentukan dalam polis asuransi.
Kesimpulan
Berdasarkan
ketentuan Pasal 263 KUHD, maka si A selaku pihak tertanggung tidal dapat atau
belum berhak untuk menuntut ganti kerugian atas kehilangan mobil dengan alasan
mobil tersebut secara yuridis belum berpindah hak kepemilika kepada si A karena
masih harus membayar cicilan mobil yang dibelinya tersebut.
No comments:
Post a Comment