Globalisasi: Bebas Terbatas
Hadirnya globalisasi telah memudahkan setiap orang untuk melakukan
perjalanan dari suatu negara ke negara lain. Kebebasan pergerakan manusia untuk berpindah antar negara
merupakan suatu hak dasar atau asasi manusia yang dijamin dalam konstitusi. Hak bermigrasi ini diatur dalam Pasal 28E UUD 1945 (Amandemen), yang
menentukan bahwa: “Setiap warga negara bebas untuk .... memilih tempat tinggal
di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.”[1]
Namun untuk
tertib hukum agar tidak melanggar hak orang lain, kebebasan tersebut perlu
dilakukan pengaturan melalui pelbagai peraturan perundang-undangan tentang
bagaimana caranya, prosedur serta persyaratan yang diperlukan. Oleh karena itu,
negara perlu hadir untuk menjawab persoalan itu semua.[2] Keadaan ini harus dipandang sebagai hal yang wajar tanpa
menghilangkan kewaspadaan karena tanpa disadari pasti akan membawa dampak
permasalahan terutama pada lalu lintas antar negara. Hal ini dapat dimaklumi,
karena harus diakui dengan adanya
migrasi internasional[3]
ini sedikit banyak akan membawa pengaruh baik dan buruk bagi negara tujuan.
Pemalsuan Paspor
Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011
tentang Keimigrasian (selanjutnya disebut UU No. 6 Tahun 2011) menjelaskan
setiap orang yang masuk atau keluar Wilayah Indonesia harus memiliki dokumen
perjalanan, yaitu dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang
dari suatu negara yang memuat identitas pemegangnya dan berlaku untuk melakukan
perjalanan antar negara.[4] Tanpa memiliki surat
perjalanan (paspor) yang sah dan masih berlaku, tidak seorang pun dapat
diizinkan masuk atau keluar Wilayah Indonesia. Namun hal ini tidak menutup
kemungkinan terdapat pihak yang memiliki kepentingan tertentu untuk melakukan
kejahatan pemalsuan paspor.
Pemalsuan paspor adalah kejahatan yang
dilakukan dengan cara mengganti, mengubah sebagian atau secara keseluruhan dari
sebuah paspor atau menggunakan informasi palsu untuk menerima paspor. Kejahatan
ini sering digunakan untuk mendapatkan izin masuk secara ilegal ke suatu negara,
dan juga terkait dengan kejahatan internasional seperti perdagangan narkoba dan
terorisme. [5]
Banyak negara yang memiliki hukuman sangat
ketat untuk siapa pun yang didakwa memalsukan paspor, dengan hukuman penjara
dalam waktu yang lama atau deportasi. Ada banyak alasan yang berbeda seseorang
melakukan pemalsuan paspor. Beberapa paspor digunakan untuk memasuki sebuah
negara secara ilegal untuk bekerja atau bertempat tinggal. Mereka menghindari aparat penegak hukum dan deteksi agar
dapat menggunakan paspor palsu saat bepergian.
Paspor palsu atau dokumen yang diperoleh
secara ilegal juga digunakan oleh orang yang mencoba untuk masuk ke suatu
negara untuk tujuan kejahatan yang dilakukannya, seperti tindakan teroris atau
penyelundupan narkoba. Penipuan jenis ini dapat dilakukan dalam berbagai cara
yang berbeda. Seseorang mungkin mencuri atau membeli blanko paspor asli dan
kemudian mengubah foto, informasi identitas, dan masa habis berlakunya agar
sesuai dengan tujuan mereka. Beberapa modus pemalsuan dengan menciptakan paspor
yang sepenuhnya palsu, meskipun ini mungkin lebih mudah untuk diungkap karena
mereka biasanya tidak akan menerakkan watermark atau fitur-fitur
keamanan yang terdapat dalam paspor asli.[6] Terkadang, seseorang
mendapatkan paspor asli dengan menyerahkan dokumen-dokumen yang dipalsukan
dalam proses aplikasi, seperti KTP, akte kelahiran atau identitas palsu
lainnya.
Hukuman bagi penipuan paspor berbeda
disetiap negara, di Amerika Serikat menurut U.S. Department of State,
pemalsuan paspor dan visa adalah tindakan kriminal yang dapat dihukum sampai 10
tahun penjara dan denda sebesar $ 250.000. Hukuman penjara maksimum dapat
menjadi 15 tahun jika pelanggaran terhubung ke perdagangan narkoba, dan 20
tahun jika dihubungkan dengan terorisme. Di Australia, hukuman termasuk sepuluh
tahun penjara dan denda sampai $ 170.000 dolar Australia (Australia
Government Department of Foreign Affairs and Trade). Sedangkan di Indonesia
ancaman hukuman bagi pelaku pemalsuan paspor diatur dalam Pasal 126, 127 dan 129 Undang-undang No. 6
Tahun 2011 tentang Keimigrasian, dengan ancaman hukuman penjara paling lama 5
tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). [7]
Meskipun biaya penipuan biasanya dibebankan
kepada orang yang menggunakan paspor palsu, namun siapa pun yang terlibat dalam
proses pembuatan atau memperoleh paspor palsu dapat bertanggung jawab atas
tindakan kriminal. Setiap orang yang membuat paspor palsu, menjual paspor
curian atau paspor yang telah habis masa berlakunya, atau membantu orang asing
ilegal dalam mendapatkan paspor palsu dan visa juga dapat dikenakan hukuman.
Karena pemalsuan paspor dianggap ancaman besar bagi keamanan nasional, membantu
dan bersekongkol merupakan kejahatan yang harus dikenai hukuman berat.
Motif Penggunaan Dokumen Palsu
Penggunaan dokumen palsu
merupakan salah satu cara bagi pelaku kejahatan melakukan upaya untuk menutupi
identitas aslinya. Sedangkan pemalsuan
identitas juga berarti penggunaan identitas palsu, dokumen, atau yang dianggap
sebagai identitas untuk tujuan melakukan kejahatan. hal ini juga mencakup
identitas orang lain yang menggunakan dokumen bukan miliknya dengan mengubah
identitas pribadi tertentu.
Dalam konteks dokumen
perjalanan (paspor) yang memuat jati dirinya seperti identitas, kebangsaan
serta catatan permohonan didalamnya untuk mendapatkan perlindungan selama
melakukan perlintasan atau kunjungan maka penggunaan dokumen perjalanan palsu
digunakan untuk dapat melintasi perbatasan wilayah antar negara. Dokumen
perjalanan memiliki catatan yang diperlukan bagi siapa saja yang akan melakukan
perjalanan lintas negara, hal ini untuk menerangkan status keimigrasian, jejak
perjalanan penumpang dan catatan administrasi dari negara asal dan negara
tujuan sehingga dokumen perjalanan bersifat memberikan informasi legalitas
seseorang berdasarkan hukum yang dapat digunakan untuk keperluan di negara
tujuan. Dokumen perjalanan palsu berarti dokumen yang tidak bisa memberikan
jaminan apapun bagi pemegangnya karena berdasarkan hukum keberadaan dokumen
perjalanan tersebut tidak sah sesuai hukum karena tidak memenuhi syarat dokumen
yang benar yaitu asli dan digunakan oleh orang yang berhak.
Tujuan penggunaan dokumen
palsu diantaranya adalah;
1. Mengubah Identitas,
penggunaan dokumen palsu acapkali dimasukkan kedalam daftar pencarian orang
(DPO). orang-orang tersebut mencoba mengindari penggunaan identitas aslinya,
selain itu dengan menggunakan identitas palsu maka mereka dapat memperoleh
manfaat dan keuntungan yang sebetulnya tidak dimiliki orang tersebut.
Untuk melintasi perbatasan
internasional, bagi para migran ilegal, pedagang narkoba, pelaku terorisme dan
pelaku subversi acapkali harus melintasi perbatasan internasional untuk
melaksanakan profesi mereka. Migran ilegal memerlukan dokumen untuk
meninggalkan satu negara dan memasuki negara lain, pedagang narkoba membawa
narkoba dari satu negara ke negara lainnya. Banyak pelaku kriminal yang
terlibat dengan sindikat kejahatan internasional dan transaksi
multinasional. Teroris dan pelaku subversi biasanya menyelenggarakan aksinya
diluar negaranya. hal ini membuktika adanya kebutuhan orang-orang ini dalam
melakukan kegiatan kejahatan mereka.
Apa itu Forensik ?
Kata forensik berasal dari bahasa latin forensis
yang berarti “dari luar” dan serumpun dengan kata forum yang berarti
“tempat umum”.[8]
Ilmu forensik (biasa disingkat forensik) adalah sebuah penerapan dari berbagai
ilmu pengetahuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang penting untuk sebuah
sistem hukum yang mana hal ini mungkin terkait dengan tindak pidana. Namun
disamping keterkaitannya dengan sistem hukum, forensik umumnya lebih meliputi
sesuatu atau metode-metode yang bersifat ilmiah (bersifat ilmu) dan juga
aturan-aturan yang dibentuk dari fakta-fakta berbagai kejadian, untuk melakukan
pengenalan terhadap bukti-bukti fisik (contohnya mayat, bangkai, dokumen dan
sebagainya). Atau untuk pengertian yang lebih mudahnya, ilmu forensik adalah
ilmu untuk melakukan pemeriksaan dan pengumpulan bukti-bukti fisik yang
ditemukan di tempat kejadian perkara dan kemudian dihadirkan di dalam sidang
pengadilan.[9]
Sejarah Forensik[10]
Zaman dahulu praktek ilmu forensik standar
belum dikenal, penyelidikan dan pengadilan pidana mengandalkan pengakuan paksa
dan keterangan saksi. Namun sumber-sumber kuno berisi beberapa konsep ilmu
forensik yang dikembangkan berabad-abad kemudian, seperti tentang Archimedes
(287-212 SM), bagaimana ia menemukan metode untuk menentukan volume suatu benda
dari bentuk yang tidak teratur. Tulisan ilmu forensik yang pertama kali
terdapat dalam kitab Xi Yuan Lu yang ditulis pada Dinasti Song Cina oleh Song
Ci (1186-1249) pada tahun 1248 mengenai metode obat-obatan dan entomologi untuk
memecahkan kasus pidana. Buku ini juga berisi tentang cara untuk membedakan
antara tenggelam (paru-paru) dan cekikan (patah leher), bersama dengan bukti
lain dari pemeriksaan mayat dapat menentukan apakah kematian disebabkan oleh
pembunuhan, bunuh diri atau kecelakaan.
Pada abad ke-16 praktisi medis Eropa di
militer dan universitas mulai mengumpulkan informasi tentang penyebab dan cara
kematian. Ambroise Pare, seorang ahli bedah tentara Perancis, mempelajari
secara sistematis efek kematian akibat kekerasan pada organ internal. Dua ahli
bedah Italia, Fortunato Fidelis dan Paolo Zacchia, meletakkan dasar patologi
yang modern dengan mempelajari perubahan yang terjadi dalam struktur tubuh
akibat penyakit. Pada akhir abad ke-18, tulisan tentang topik ini mulai muncul.
Ini termasuk A Treatise on Forensic Medicine and Public Health oleh
dokter Prancis Fodéré dan The Complete Sistem of Police Medicine oleh
ahli medis Jerman Johann Peter Franck.
Pada tahun 1773 seorang ahli kimia Swedia
Carl Wilhelm Scheele menemukan cara untuk mendeteksi oksida arsenous, arsenik
sederhana pada mayat meskipun dalam jumlah besar. Penelitian ini diperluas pada
tahun 1806 oleh kimiawan Jerman Valentin Ross yang mempelajari untuk mendeteksi
racun pada dinding perut korban dan oleh kimiawan Inggris James Marsh yang
menggunakan proses kimia untuk membuktikan arsenik sebagai penyebab kematian
pada sidang pembunuhan tahun 1836. Dua contoh awal ilmu forensik Inggris dalam
proses hukum individu menunjukkan meningkatnya penggunaan logika dan prosedur
dalam investigasi kriminal. Kemudian pada abad ke-20 beberapa patolog Inggris,
Bernard Spilsbury, Francis Camps, Sydney Smith dan Keith Simpson merintis
metode ilmu forensik baru di Inggris. Pada tahun 1909 Rodolphe Archibald Reiss
mendirikan sekolah pertama ilmu forensik di dunia: Institut de polisi
scientifique dari University of Lausanne (UNIL) dan hingga kini ilmu
forensik terus berkembang.
Cabang Ilmu Forensik[11]
Pada saat ini ilmu forensik telah
berkembang menjadi beberapa cabang ilmu, dan dikelompokkan menjadi empat divisi
umum yang mempunyai subdivisi masing-masing, antara lain :
1.
Physiological
Sciences
Yaitu terdiri dari, Forensic
Anthropology, Forensic Archaeology, Forensic Odontology, Forensic Entomology,
Forensic Pathology, Forensic Botany, Forensic Biology, Forensic DNA Profiling,
Forensic Bloodstain Pattern Analysis, Forensic Chemistry, Forensic Osteology.
2.
Social Science
Yaitu terdiri dari, Forensic
Psychology, Forensic Psychiatry.
3.
Forensic
Criminalistics
Yaitu terdiri dari, Ballistics,
Ballistic Fingerprinting, Body Identification, Fingerprint Analysis, Forensic
Accounting, Forensic Arts, Forensic Footwear Evidence, Forensic Toxicology,
Gloveprint Analysis, Questioned Document Examination, Vein Matcing.
4.
Digital Forensic
Yaitu terdiri dari, Computer
Forensic, Forensic Data Analysis, Database Forensic, Mobile Device Forensic,
Network Forensic, Forensic Video, Forensic Audio.
Dari sekian banyak cabang ilmu forensik,
yang berkaitan langsung dengan keimigrasian yaitu forensik dokumen (questioned
document examination), karena
dokumen merupakan core business imigrasi. Forensik dokumen merupakan
salah satu cabang ilmu forensik pada forensik kriminalitas yang menganalisa,
mengidentifikasi, meneliti dan membuktikan keaslian suatu dokumen dengan
pembuktian secara metode ilmiah dan berbagai proses. Pembuktian dapat dilakukan
berdasarkan tulisan, tanda tangan, tinta yang digunakan, jenis kertas yang
dipakai, cap, stempel dan sebagainya. Tugas umum lainnya termasuk menentukan
apa yang terjadi pada dokumen, menentukan kapan dokumen diproduksi, atau
memberikan informasi tentang dokumen yang telah dikaburkan, dilenyapkan atau
dihapus.
Banyaknya perkembangan kasus paspor palsu
dan penggunaan dokumen palsu lainnya menuntut petugas imigrasi harus memahami
benar bagaimana teknis pengetahuan forensik dapat dikembangkan di dalam
organisasi imigrasi untuk membantu tugas-tugas keimigrasian.
Pemalsuan atau forgery terutama pada dokumen-
dokumen penting, telah ada sejak
munculnya penulisan tangan
juga saat kertas
digunakan untuk transaksi keuangan. Hukum menentang pemalsuan dokumen dapat ditelusuri sebelum abad ke-8 saat Roma
melarang pemalsuan dokumen kepada ahli waris. Di Amerika Serikat, undang-undang
pemerintah federal
mengenai
pemalsuan melarang penyalahgunaan, pemalsuan dokumen,
atau perubahan
untuk setiap penulisan untuk
tujuan memperoleh
keuntungan finansial, berlaku sejak tahun
1823.
Selanjutnya The American Law Institute’s Model Penal Code
tahun 1962 disederhanakan
dan dijabarkan unsur-unsur pemalsuan yang
kemudian menjadi standar pendefinisian tindak
pidana pemalsuan.
Forensik dokumen atau yang juga dikenal dengan istilah Questioned Document Examination (QDE) merupakan disiplin
ilmu
forensik yang berkaitan dengan
dokumen yang (mungkin) sedang
dalam sengketa di pengadilan hukum.
Tujuan utama dari forensik dokumen adalah untuk menjawab
pertanyaan
tentang dokumen
yang dipertanyakan menggunakan
proses dan
metode
ilmiah.
Disiplin ini
dikenal dengan banyak nama, termasuk forensic document examination (pengujian dokumen forensik), document
examination (pemeriksaan dokumen), handwriting examination (pemeriksaan tulisan tangan), atau kadang-kadang
handwriting
analysis (analisis tulisan tangan).
Dokumen Palsu
Dokumen dapat disebut sebagai obyek yang merekam informasi dengan tidak memandang media maupun
bentuknya. Artinya dokumen dapat
berbentuk apa saja asalkan dapat memberikan informasi yang merupakan
representasi dari sesuatu yang disertainya.
Dalam
pengertian lain, dokumen adalah keterangan yang mayakinkan
atau warkat yang dipergunakan sebagai bahan pembuktian atau untuk mendukung
suatu hal dan biasanya berupa arsip penting dan asli. Menurut pengertian ini dokumen sebagai media yang memberikan
keterangan biasanya berupa arsip yang asli. Artinya dokumen memiliki
syarat-syarat tertentu sehingga memiliki legitimasi bagi pemegangnya, syarat
tersebut yaitu asli dan digunakan oleh yang berhak menggunakan.
Sedangkan dokumen palsu adalah dokumen
yang telah mengalami perubahan secara keseluruhan atau sebagian atau merupakan
duplikat yang menyerupai dari bentuk aslinya atau dokumen asli yang digunakan
oleh yang bukan berhak. Semua hal yang berbentuk dokumen dapat dipalsukan,
karena pada dasarnya setiap dokumen memiliki daya tarik komersil untuk
dipalsukan kemudian diperdagangkan di pasar gelap. Hal ini karena sifat dokumen
yang memiliki keistimewaan yaitu dapat memberikan hak dan kewajiban kepada
pemegangnya atau yang disertainya.
Dari batasan konsep ini maka yang
termasuk dalam definisi dokumen perjalanan palsu adalah:
a. Dokumen asli yang
diperoleh secara tidak sah menggunakan data palsu atau tidak benar (fraudulent);
b.
Dokumen asli yang telah
mengalami perubahan (alteration);
c.
Dokumen yang seluruhnya
dibuat palsu mirip dengan aslinya (counterfeit);
d.
Dokumen asli yang
digunakan oleh orang lain (impostor).
Palsu seluruhnya
|
Palsu datanya
|
Palsu sebagian
|
Palsu penggunanya
|
|
Counterfeit
|
||||
Fraudulent
|
||||
Alteration
|
||||
Impostor
|
Tabel 1. Jenis
Pemalsuan Dokumen
Dokumen perjalanan memiliki jenis yang berbeda sehingga
terkadang pemegangnya akan mendapatkan prioritas dan perlakuan berbeda. Jenis
dokumen perjalanan yaitu; Paspor (biasa, dinas, diplomatik) dan Surat
Perjalanan Laksana Paspor.
Oleh karena itu bentuk-bentuk pemalsuan dokumen sangat
beragam seiring dengan karakter dokumen dan kegunaan dokumen tersebut. Semakin
berharga dokumen maka biasanya akan semakin diminati para pemalsu untuk dapat
memalsukan walaupun sulit. Akan tetapi semakin berharga sebuah dokumen terutama
proses untuk memperolehnya tidak mudah akan semakin diminati para pelaku
pemalsuan dokumen. Para pemalsu akan berusaha mencari metode baru untuk membuat
atau memodifikasi dokumen sehingga bisa digunakan atau di jual dipasar gelap
dengan harga yang mahal. Contohnya ketika tidak ada cara lagi untuk dapat
membuat paspor palsu maka sindikat menggunakan paspor asli yang didapatkan dari
pasar gelap (biasanya dari hasil curian atau paspor yang hilang) dan dijual
kepada orang yang mirip dengan foto pemegang paspor asli tersebut. Hal ini akan
semakin menyulitkan karena paspor yang digunakan asli tetapi penggunanya orang
lain yang memiliki wajah mirip. Istilah keimigrasian pada metode ini adalah Impostor.
Proses Pemeriksaan
Dokumen Keimigrasian Palsu
Proses pemeriksaan dokumen keimigrasian di
Laboratorium Forensik Keimigrasian adalah sebagai berikut:
a.
Observe, yaitu mengamati
apa yang terlihat pada sebuah dokumen
Dokumen
yang diterima oleh Laboratorium Forensik Keimigrasian akan diamati dengan
menggunakan Video Spectral Comparator 4c (VSC4c) dan hasil pengamatan yang
berupa gambar akan disimpan dalam komputer.
a.
Infer, yaitu
memperkirakan arti dari hasil pengamatan
Bila
ditemukan suatu kejanggalan dalam hasil pengamatan sebelumnnya, akan
diperkirakan apakah kejanggalan itu akibat dari adanya pemalsuan, akibat
produksi yang kurang baik, cara penyimpanan yang tidak baik, atau hal-hal lain.
b.
Research, yaitu meneliti
dengan lebih mendalam hasil dari perkiraan sebelumnnya.
Bagian
dokumen yang memiliki kejanggalan tersebut akan diperiksa dengan lebih teliti.
c.
Deduce, yaitu menyimpulkan hasil pemeriksaan.
Pada
tahap ini disimpulkan dokumen tersebut asli atau palsu.
Perlu diketahui, tidak sedikit proses
pemeriksaan dokumen keimigrasian palsu dilaksanakan
dengan cara manual tanpa alat, hal ini bisa saja dilakukan akan tapi tidak
maksimal, kemampuan indera manusia terbatas oleh karena itu untuk memaksimalkan
potensi petugas imigrasi maka mereka perlu dibekali dengan alat. Kasus
pemalsuan dan penggunaan dokumen keimigrasian palsu setiap saat terus terjadi
di tengah-tengah pelayanan keimigrasian. Sarana laboratorium forensik dokumen
dibutuhkan tidak hanya di pusat, tapi juga di
daerah.
Pemeriksaan dokumen dilakukan
berdasarkan level tingkatan pemeriksaan. Level tersebut dibagi berdasarkan
fitur pengamannya, tempat, waktu, dan kewenangan pemeriksaan.
a.
Primer (Terbuka)
Yaitu, pada tingkatan ini tidak ada peralatan yang dibutuhkan untuk mengidentifikasi
fitur pengaman. Misalnya, watermark dapat dilihat dengan mata telanjang dan
sinar di belakang kertas.
b.
Sekunder (Semi - Rahasia)
Peralatan dasar dibutuhkan untuk memverifikasi fitur
pengaman. Misalnya, kaca pembesar untuk membaca garis microprint yang tercetak
pada halaman.
c.
Tersier (Tertutup)
Perlengkapan spesial (Special Equipment) diperlukan untuk mengotentikasi fitur pengaman
dokumen tingkat ini. Misalnya, peralatan laboratorium yang diperlukan untuk
mendeteksi perbedaan tinta dalam penyinaran inframerah, penyerapan tinta
dan pewarnaan yang berbeda.
Berdasarkan tempat, waktu dan kewenangan pemeriksaan dokumen, terdapat tiga tingkatan pemeriksaan dokumen dimana terdapat keterseinambungan proses antar
tingkat level. Misalnya tingkat pertama harus harus mengarahkan pemeriksaan ke tingkat
berikutnya jika kecurigaan tidak dapat dikonfirmasi tanpa peralatan tambahan
atau dalam rangka
pemeriksaan ilmiah atau penyelidikan. Tingkatan tersebut, yaitu:[14]
a.
Level 1 - Pendeteksian
Padal level ini titik kontak
pertama antar petugas dengan dokumen. Ditandai dengan gejala awal adanya ketidakberesan saat pertama kali terdeteksi, adanya keterbatasan atau tidak adanya peralatan standar, dan pendeteksian sangat bergantung
pada pengetahuan dan
keterampilan petugas pemeriksa. Level ini terdapat di Konter pemeriksaan petugas di
TPI dan konter petugas Loket penerimaan persyaratan paspor atau pada loket
wawancara permohonan paspor.
b.
Level 2 - Penilaian
Pada level ini pemeriksaan dokumen dilakukan setingkat lebih tinggi. Dimana pada tahap ini ditubutuhkan lebih
banyak keterampilan dan pengalaman. Peralatan dasar juga dibutuhkan untuk
menilai dokumen dan petugas pada
level ini akan membuat keputusan
tentang apakah dokumen tersebut bermasalah atau tidak.
Jika pada level ini hasilnya masih
tidak meyakinkan, atau pemeriksaan yang lebih rinci diperlukan lebih lanjut maka pemeriksaan dokumen dapat meningkat ke level tingkat selanjutnya.
c.
Level 3 - Investigasi
Pada level ini diperlukan seorang petugas
yang berkualitas dan berpengalaman yang dapat mengoperasikan peralatan laboratorium khusus pemeriksaan dokumen. Petugas
Laboratorium memeriksa aspek fisika dan kimia yang ada pada dokumen
yang mencurigakan. Penelitian dan hasil referensi silang dibuat untuk membantu
dalam pengumpulan informasi intelijen. Pada tahap ini dihasilkan laporan tertulis yang
digunakan dalam pembuktian di pengadilan. Dengan dukungan peralatan tersebut petugas mampu menyajikan bukti-bukti temuan dan member kesaksian di
pengadilan jika diperlukan.
Sebagian besar
kasus pemalsuan dan penggunaan dokumen palsu terjadi di tingkat UPT di daerah
tempat pelayanan keimigrasian. Dan pada kenyataannya hanya sedikit sekali
jumlah kasus pemalsuan dan penggunaan dokumen palsu yang diteruskan ke ranah
projustitia. Hal ini dikhawatirkan akan meniadakan efek jera bagi para pelaku
tindak kejahatan tersebut serta melemahkan peran imigrasi yang memiliki
perangkat (Penyidik PNS). Dengan tidak adanya alat bantu pertugas dilapangan
tidak memiliki pola penanganan terstruktur dan sistematis terhadap kasus
pemalsuan dan penggunaan dokumen palsu dan hanya berpedoman pada
kebiasaan-kebiasan tidak ilmiah yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Tangerang, Februari 2016
M. Alvi Syahrin
[1] M. Alvi Syahrin, Bhumi Pura.
Dalam sistem hukum Indonesia, hak berpindah (bemigrasi) ini diatur dalam Pasal 2 UU No. 6 Tahun 2011 tentang
Keimigrasian disebutkan: “Setiap warga negara Indonesia berhak melakukan
perjalanan masuk dan keluar wilayah Indonesia”. Sehingga dapat dipahami,
kebebasan untuk bergerak melintas atau berpindah antar negara (hak berimigrasi)
merupakan hak asasi manusia yang mendasar. Lihat dalam, M. Alvi
Syahrin, Hak Asasi Bermigrasi, Majalah Bhumi Pura, November 2015, Jakarta
Direktorat Jenderal Imigrasi, hlm. 45-48.
Batasan dan
pembagian bidang, jenis, dan macam HAM dunia mencakup enam kelompok. Pertama,
hak asasi pribadi (personal rights). Termasuk di dalamnya adalah hak
kebebasan untuk bergerak, hak berpergian dan berpindah-pindah tempat (hak bermigrasi),
hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat, hak kebebasan memilih dan
aktif di organisasi atau perkumpulan, serta hak kebebasan untuk memilih,
memeluk, dan menjalankan agama dan kepercayaan yang diyakini masing-masing. Periksa juga http://muhammadalvisyahrin.blogspot.co.id/2014/11/imigran-ilegal-dan-ham-universal.html, diakses pada hari Sabtu (30/01/2016), pukul 15.54
WIB.
Bandingkan dengan M. Arif Nasution. 1999. Globalisasi dan Migrasi Antar Negara. Bandung:
Penerbit Alumni, hlm. 11
[2] M. Alvi
Syahrin, Loc. cit.., Hak berpindah
tidak dapat dilaksanakan secara frontal. Hak tersebut berkaitan dengan kedaulatan dan hukum
yang mengikat dari suatu negara. Setiap negara
memiliki standar hukum yang berbeda untuk melindungi kepentingannya.
[3] M. Alvi Syahrin, Imigran
Ilegal, Migrasi atau Ekspansi?, Majalah
Check Point, Edisi 3, Oktober
2015, Jakarta: Akademi Imigrasi,
hlm. 29-31. Lihat juga, Chotib, Migrasi:
Kajian Kependudukan dan Ketenagakerjaan, Program Pascasarjana Universitas
Indonesia, hlm. 68.
Migrasi adalah perpindahan
penduduk dengan tujuan untuk menetap dari suatu tempat ke tempat lain melewati
batas administratif (migrasi internal) atau batas politik/negara (migrasi
internasional). Dengan kata lain, migrasi diartikan sebagai perpindahan yang
relatif permanen dari suatu daerah (negara) ke daerah (negara) lain. Ada dua
dimensi penting dalam penelaahan migrasi, yaitu dimensi ruang/daerah (spasial/locus)
dan dimensi waktu (tempus).
Jenis-jenis migrasi mencakup
dua bidang. Pertama, migrasi internasional, yaitu perpindahan penduduk dari
suatu negara ke negara lain. Migrasi ini lazim dilakukan oleh para pengungsi
dan para pencari suaka internasional yang melewati dan menduduki suatu
negara tertentu.
Kedua, migrasi internal, yaitu perpindahan yang terjadi dalam satu negara,
misalnya antar provinsi, antar kota/kabupaten, migrasi perdesaan ke perkotaaan
atau suatu administratif lainnya yang lebih rendah daripada tingkat kabupaten,
seperti kecamatan, kelurahan, dan seterusnya. Jenis migrasi ini terjadi antar
unit administratif dalam satu negara. Seseorang dikatakan migran, jika dia
tinggal di tempat yang baru atau berniat tinggal di tempat yang bari itu paling
lama enam bulan lamanya.
[4] Baca Indonesia.
Undang-Undang tentang Keimigrasian. UU No. 6 Tahun 2011. LN Tahun 2011 Nomor
52, Pasal 8
[5] M. Alvi Syahrin, Reorientasi
Fungsi Imigrasi Indonesia: Kembalikan ke Fitrah Penjaga Gerbang Negara, Majalah Bhumi Pura, September 2015, Jakarta: Direktorat Jenderal Imigrasi, hlm. 36-40
Ditengah
arus globalisasi yang semakin meningkat, diperlukan lembaga Imigrasi yang fokus
dan berkonsentrasi dalam menjaga kedaulatan negara. Tidak sedikit orang asing
yang masuk wilayah Indonesia yang membawa motif tertentu, apakah itu sebagai
agen human traficking, bandar narkoba, agen mata-mata negara lain (spyonase),
dan sebagainya. Hal ini apabila tidak segera diantisipasi tentu akan menjadi
permasalahan besar di kemudian hari. Faktanya, Indonesia cenderung lemah dalam
mengawasi kegiatan orang asing di wilayah Indonesia, bahkan terlalu toleran
kepada mereka Oleh karenanya menjadi suatu keniscayaan apabila fungsi imigrasi
di bidang penegakan hukum harus lebih dimaksimalkan.
Baca juga, Sigit Setiawan, Dokumen
Sebagai Core Business Imigrasi, Direktorat Intelijen Keimigrasian,
hlm. 9. Dokumen perjalanan palsu sering kali digunakan oleh; (1)
pedagang obat terlarang, (2) pelaku perdagangan manusia, (3) pekerja ilegal,
(4) penyelundupan, (5) terorisme, (6) pelaku tindak pidana subversif atau
koruptor. Mereka inilah yang menyuburkan aksi pemalsuan dokumen perjalanan
karena mereka menyadari bahwa dengan dokumen palsu yang dimiliki, mereka dapat
leluasa untuk melancarkan aksi kriminal mereka di mana-mana
[6] Prenardi Herdiyana, 2013, Peranan Laboratorium Forensik Keimigrasian Direktorat
Jenderal Imigrasi Dalam Pemeriksaan Dokumen Keimigrasian Palsu, Kertas Kerja Perorangan, Badan Pengembangan
Sumber Daya Manusia Hukum dan HAM RI, Akademi Imigrasi, hlm. 2
[8] Forensic Science, diakses dari http://en.wikipedia.org/wiki/Forensic_science,
diakses pada
Minggu (15/11/2015), pukul 08.20
WIB
[9] Sigit Setiawan, Dokumen Sebagai Core Business
Imigrasi.,
Direktorat Intelijen Keimigrasian, hlm. 35; 2012. Lihat juga Sigit
Setiawan, 2012, Pemeriksaan Dokumen Palsu dan Impostor. Laboratorium Forensik
Keimigrasian, hlm. 7
[10] Prenardi Herdiyana, Op. cit., Badan
Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan HAM RI, Akademi Imigrasi, hlm. 9
[11] Ibid.
[12] Sigit Setiawan, Dokumen Sebagai Core Business
Imigrasi., Direktorat
Intelijen Keimigrasian, hlm. 16-25; Lihat juga Anonim, Pemeriksaan Dokumen Modern, Direktorat Intelijen Keimigrasian, hlm.
31
[13] Anonim. 2007. Pemeriksaan Paspor.
Jakarta: Direktorat Lintas Batas dan Kerjasama Luar Negeri, Direktorat Jenderal Imigrasi, hlm. 47