Hukum = Dependent Value
Ketika
kita berada pada susunan masyarakat modern, maka kita tidak dapat hanya
bergantung pada konsep hukum dalam makna tunggal. Hukum haruslah dipandang
dalam kerangkan interdisipliner. Hukum harus berani keluar dalam zona nyaman
untuk melihat apa yang terjadi di luar lingkar hukum. Dalam masyarakat modern,
nilai-nilai yang berkembang tidak bersifat homogen, melainkan heterogen. Begitu
juga dengan ekspektasi masyarakat nya. Semakin tinggi tingkat mobilitas dan
dinamika dalam suatu masyarakat, maka diperlukan konsep hukum yang canggih,
yang tidak hanya sekedar melihat persoalan dalam sudut pandang hukum secara
inklusif.
Sosiologi
hukum dewasa ini memiliki fungsi penting dalam melakukan pemetaan terhadap
distorsi realitas hukum yang terjadi. Dalam makna yang lebih jauh, sosiologi
hukum tidak hanya melakukan deskripsi masalah hukum semata, tapi juga dapat
melakukan penilaian (adjusment) terhadap persoalan hukum yang
dihadapkan.
Idealika Sosiologi Hukum (Indonesia)
Indonesia
menjadi contoh bagaimana sosiologi hukum dapat tumbuh subur. Sejatinya di
negara seperti Indonesia lah, sosiologi hukum dapat menjalankan funsgsi nya
secara penuh. Indonesia saat ini pun dihadapkan pada persoalan hukum kronis
yang menikam dari segala lini. Oleh karenanya, sosiologi hukum diharapkan dapat
memberikan solusi rill terhadap hal ini.
Permasalahan
sosial dan politik seakan menjadi topik dalam beberapa dasawarsa terakhir. Bila
dulu pemerhati hukum melihat diskursus ini hanya sebatas idealika norma, maka
pandangan demikian harus segera diubah. Boleh saja kita menyatakan ada masalah
dalam aturan hukumnya. Namun, seburuk-buruk aturan hukum apabila dijalankan
oleh instrumen yang bernama manusia secara arif dan bijak, makan lebih baik
dari aturan hukum yang baik tapi dijalankan oleh manusia yang laknat.
Isu
kenaikan harga BBM misalnya. Apabila kita soroti dalam optik sosiologi terhadap
hukum, maka kita akan mendapatkan titik singgung yang fatal, apakah ini
disebabkan oleh RUU APBN 2012 yang cacat hukum, ataukah masyarakat kita yang
belum siap terhadap dinamikan hukum global? Kiranya elit politik pun mempunyai
andil dalam menciptakan kekisruhan yang terjadi. Adanya anomali dalam perilaku
masyarakat seperti demonstarsi, pemakaran, pengrusakan (vandalisme), jangan
kesalahan itu dibebankan kepada rakyat sepenuhnya. Masyarakat hukum yang baik
akan menjalankan sesuatu dengan baik, apabila ada contoh yang baik dari elit
politik. Nah, apabila yang terjadi hanya kepura-puraan dari elit politik yang
seakan pro kepada masyarakat tapi bermuka dua, apakah itu tidak salah?
Sosilogi hukum menghendaki agar setiap persoalan hukum harus dilihat secara utuh, bukan secara parsial. Sosiologi hukum juga memberikan masukan-masukan non-hukum, agar hukum dalam menjalankan penilaiannya dapat bersikap objektif dan transparatif. Persoalan sosial yang terjadi di Indonesia, seperti kemiskinan, kesenjangan antara kaya dan miskin, maraknya tindak kriminal, atau maraknya perbuatan vandalisme, merupakan buah dari ketidak-utuhan dari hukum melihat suatu persoalan sosial.
Sosilogi hukum menghendaki agar setiap persoalan hukum harus dilihat secara utuh, bukan secara parsial. Sosiologi hukum juga memberikan masukan-masukan non-hukum, agar hukum dalam menjalankan penilaiannya dapat bersikap objektif dan transparatif. Persoalan sosial yang terjadi di Indonesia, seperti kemiskinan, kesenjangan antara kaya dan miskin, maraknya tindak kriminal, atau maraknya perbuatan vandalisme, merupakan buah dari ketidak-utuhan dari hukum melihat suatu persoalan sosial.
Oleh
karenanya, sosiologi hukum dalam posisi nya sebagai supporting science,
sangat berkontribusi dalam kemajuan hukum itu sendiri. Masalah perbuatan
vandalisme misalnya, apabila kita soroti dari optik sosiologi hukum, maka ada
kesenjangan yang cukup jauh dari aturan hukum dan perilaku masyarakat itu
sendiri. norma hukum telah memberikan batasan-batasan mana yang baik dan mana
yang buruk. Akan tetapi, bila tidak ditunjang oleh perilaku dan budaya
masyarakat yang bermoral, maka hal itu jauh panggang dari api. Atau bila
analisa nya kita balik, mungkin saya yang bermasalah itu pada tataran hukumnya.
Masyarakat bersikp anarkis, setidaknya merupakan produk dari kegagalan
pemerintah dalam merumuskan aturan hukum
yang baik dan sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia.
Saat
ini, ada distorsi pemikiran bahwa Indonesia telah mengalami kegagalan dalam
melakukan konstruksi hukum. Hukum di Indonesia tidak dibangun atas dasar perilaku,
melainkan ide. Ide dan perilaku memiliki basis yang berbeda. Ide peroleh secara
manual melalui proses belajar mengajar. Sedangkan perilaku tidak. Perilaku
dibangun atas hasil cipta, karya, dan karsa. Perilaku tidak diciptakan, tetapi
dilahirkan dan dikembangkan secara turun temurun dari masyarakat. kebiasaan
yang telah melembaga inilah yang kemudian dinamakan perilaku. Lalu dimana letak
kegagalan dalam mengkonstruksi hukum? Banyak pembuat aturan hukum di Indonesia
saat ini, orientasi legislasi nya cenderung kepada kapitalis dan individual.
Hal ini berbeda dengan perilaku masyarakat Indonesia secara umum yang lebih
cenderung sebaliknya. Alhasil sistem demokrasi yang populer saat ini pun,
secara prinsip bukan berasal dari perilaku masyarakat Indonesia. Sehinga
menjadi tidak salah, apabila terjadinya tindakan anarkistis dan vandalis dalam
tatanan sosial masyarakat.
Palembang, April 2012
M. Alvi Syahrin
No comments:
Post a Comment