NILAI
Dalam tatanan nilai (sesuatu yang dianggap baik dan buruk, benar
dan salah), mediasi tidak lebih dari proses perdamaian yang dihendaki oleh para
pihak demi tercapainya suatu kebaikan bersama. Nilai yang hendak dicapai oleh
mediasi merupakan nilai kebersamaan-keseimbangan yang dibungkus dengan nilai
kepastian dan keadilan hukum. Pihak yang mencari keadilan menuntut adanya
pengharapan dimana sengketa yang dihadapinya bersama pihak lain (oponent)
dapat diselesaikan secara bersama dengan mengutamakan keseimbangan dan tetap
menjunjung tinggi nilai kepastian hukum dan keadilan hukum. Nilai disini
berarti suatu konsep yang mereka anggap menjadi suatu kebenaran. Dengan kata
lain, menjatuhkan pilihan terhadap proses mediasi untuk tercapainya perdamaian,
tidak lain adalah sebagai konsep yang mereka anggap paling baik. Lebih dari
itu, nilai yang terkandung dalam proses mediasi adalah mengedepankan keinginan
secara bebas tanpa terikat simpul-simpul formalitas. Inilah yang disebut dengan
nilai kebebasan. Bebas yang menghilangkan dominasi superior terhadap inferior. Para
pihak yang menghendaki mediasi, secara sadar dan tidak sadar telah menundukkan
diri kepada kebebasan yang mereka inginkan. Mereka tidak mau terbelenggu oleh proses
formal pengadilan, yang menurut mereka dapat menghilangkan hak-hak serta hasrat
mereka dalam mencapai tujuan perdamaian. Nilai kesamaan juga menjadi konsep
penting dalam mediasi. Nilai kesamaan ini tidak akan pernah terealisasi secara
absolut, ketika diimpilkasikan dalam bentuk penyelesaian secara formalistik
(walaupun dalam kerangka ideal tidak demikian). Namun, dengan adanya nilai
tersebut, maka para pihak yang bersengketa ditempatkan dalam porsi, kedudukan,
dan hak yang sama dalam proses perdamaian. Kesamaan di depan hukum inilah yang
akan bermuara pada nilai keadilan. Adil bagi satu pihak dan adil bagi pihak
lain (walaupun adil itu bersifatr relatif). Begitu juga dengan nilai kepastian.
Proses perdamaian yang diselesaikan diluar forum legalitas, tentunya akan
berdampak pada kekuatan eksekutorialnya dan legitimasi menjadi tidak berjalan.
Sehingga proses perdamaian (d.h.i mediasi) perlu dikuatkan dalam bentuk
kepastian hukum (nilai ini lebih lanjut akan dibahas dalam kerangka norma).
ASAS
HUKUM
Tidak berbeda jauh dengan konsep nilai, asas yang juga
pengenjewantahan dari nilai juga tidak lebih dari konseptis yang abstrak. Namun
dalam kondisi tertentu ia tidak lebih abstrak dari nilai. Asas yang terkandung
dalam mediasi sangatlah banyak. Sebagai contoh, asas kebebasan berkontrak (freedom
of contract principle). Hal ini dikarenakan, mediasi merupakan forum dari
penyelesaian sengketa dengan konsep perdamaian, maka secara a quo juga
tunduk pada asas-asas yang terkandung dalam hukum perjanjian yang diatur dalam
Buku III KUHPerdata. Asas kebebasan berkontrak ini merupakan transformasi dari
nilai kebebasan dan kesamaan, yang menghendaki para pihak untuk bersikap bebas
menentukan apa isi perjanjian perdamaian itu dan juga sama dalam kedudukan dan
hak yang dimiliki. Selain itu juga, terkandung asas pacta sun servanda.
Asas ini mensyaratkan bahwa setiap perjanjian perdamaian yang hendak dituangkan
dalam forum mediasi, haruslah bersifat mengikat dan berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Hal ini tentunya bermuara pada titik
eksekutorial dan mengikat kedalam dan keluar (jika itu juga memang
diperjanjikan). Asas ini merupakan pengejewantahan dari nilai kepastian hukum.
Selain termasuk dalam bentuk perjanjian, mediasi juga merupakan bagian dari
hukum acara formalistik apabila ia sudah dijalankan secara profesional dan
mengandung norma-norma hukum. Sebagai misal, mediasi haruslah mengandung asas impartial.
Asas ini terdapat di dalam hukum acara perdata yang mengandung makna bahwa
mediator dalam menjalankan tugasnya tidaklah diperbolehkan untuk bersikap
memihak kepada salah satu pihak. Mediator dilarang untuk berat sebelah, dalam
artian dilarang untuk melakukan hal-hal yang bertendensi untuk memenangkan
salah satu pihak. Sehingga dengan adanya asas ini tercerminlah suatu konsep
yang seimbang dalam melakukan proses mediasi. Asas inilah yang mencerminkan
nilai keseimbangan dan keadilan. Selain itu juga terkandung asas penyelesaian
perkara secara sederhana, cepat, dan biaya ringan. Asas ini berlaku apabila
mediasi diinputkan dalam proses peradilan. Asas ini menghendaki agar proses
mediasi dapat dilaksanakan secara cepat dan biaya murah. Sehingga tidak hanya
perdamaian yang dikehendaki dapat tercapai, tetapi juga penumpukkan perkara
yang selama ini menjadi problem besar di Mahakamah Agung dapat tereduksi.
NORMA HUKUM
Lain halnya dengan nilai dan asas hukum, norma hukum lebih bersifat
konkrit. Dikarenakan norma hukum telah melewati beberapa fase dan proses
pembentukan sehingga terciptalah konsep yang lebih nyata dan riel yang
dinamakan norma hukum. Norma hukum merupakan hasil konkritisasi dari nilai dan
asas hukum. Oleh karenanya, dalam norma hukum yang baik tentulah harus
terkandung nilai dan asas hukum. Hal ini menjadi penting dalam
mengharmoniasilan suatu norma hukum yang satu norma hukum yang lain. Dalam
konsep mediasi, banyak sekali norma hukum yang terkandung di dalamnya. Secara
umum, ia dinormakan dalam Buku III KUHPerdata (karena mediasi merupakan bagian
dari perjanjian). Sebagai misal, ketentuan Pasal 1338 dan Pasal 1320
KUHPerdata. Disanalah norma hukum mediasi (perdamaian) dapat ditemukan. Sebagai
norma hukum yang bersifat umum, ketentuan ini secara tidak langsung memaksakan bahwa
bagi setiap pihak yang hendak melakukan mediasi haruslah memperhatikan
norma-norma yang terkandung di dalamnya. Selain itu juga, kita juga perlu
memperhatikan norma-norma hukum mediasi dalam kedudukannya sebagai bagian dari
hukum acara baik itu di dalam pengadilan ataupun di luar pengadilan. Oleh
karenanya kita akan menemukan berbagai macam norma hukum disana. Sebagai
contoh, norma hukum dasar yang mensyaratkan agar mediasi wajib ditempuh dalam
proses peradilan. Maka kita akan tunduk pada ketentuan Pasal 130 HIR/154 RBg.
Ketentuan tersebut mengamanatkan bahwa sebelum perkara diperiksa, hakim harus
menganjurkan supaya para pihak menempuh proses perdamaian terlebih dahulu. Lalu
ketentuan tersebut diatur lebih lanjut dalam peraturan pelaksanaan berupa
Peraturan Mahkamah Agung (Perma). Pertama kali diatur dalam Surat Edaran
Mahkamah Agung (SEMA) No. 1 Tahun 2001, selanjutnya diubah menjadi PERMA No. 2
Tahun 2003, yang kemudian terakhir dicabut dan digantikan PERMA No. 1 Tahun
2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Lain halnya dengan proses mediasi
di pengadilan. Hal ini diatur tidak berdampingan dengan ketentuan PERMA No. 1
Tahun 2008, tetapi diatur dalam peraturan yang lebih tinggi, yaitu UU No. 30
Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Hal ini
dikarenakan, mediasi dalam konsep ini bukan bersifat pro justitia,
tetapi lebih menekankan pada alternatif penyelesaian sengketa di luar
pengadilan, sehingga norma hukumnya pun harus diatur berbeda.
SIKAP TINDAK / PERILAKU
Pada tataran ini, maka nilai, asas hukum, dan norma hukum tidaklah
menjadi kajian utama. Bila sebelumnya kajian hukum yang dihadapi lebih
dihadapkan pada konsep yang sangat yuridis, maka dalam tingkatan sikap tindak /
perilaku, maka sudut pandang yang lebih ditajamkan adalah bagaimana norma-norma
hukum (hasil konkritisasi dari nilai dan asas hukum) dapat diimplementasikan
dengan baik atau tidak dalam realitas sosial. Sehingga bidang kajian yang lebih
diperhatikan adalah sosiologi hukum. Di sini tidak lagi dibahas mengenasi
abtsraksi dari mediasi, tetapi lebih kepada konkritisasi dari mediasi. Apakah
mediasi itu dijalankan dengan baik atau tidak, apakah ketentuan norma mediasi
tersebut dapat diterapkan dengan benar atau tidak, dan sebagainya. Sebagai
contoh, bagaimana efektifitas mediasi dalam penyelesaian perkara perdata umum
pada tingkat pengadilan negeri kelas IA kota Palembang. Dalam hal ini kita
dihadapkan pada reaksi sosial atas mediasi tersebut. Sehingga implementasi dan
keberlakuan dari norma tersebutlah yang lebih diutamakan. Untuk menemukan hasil
dari efektifitas tersebut, tentunya dibutuhkan suatu penelitian yang lebih
lanjut, untuk mendapatkan hasil dan kesimpulan yang akurat.
Palembang, September 2011
M. Alvi Syahrin
No comments:
Post a Comment