Wujud Kepedulian
Dibuatnya tulisan ini merupakan wujud kepedulian penulis terhadap keberadaan Laboratorium Forensik Keimigrasian, Direktorat Intelijen Keimigrasian. Di saat bertugas di Direktorat Intelijen Keimigrasian, Subdit Produk Intelijen Keimigrasian, penulis merasakan minimnya kontribusi yang diberikan Laboratorium Forensik Keimigrasian dalam mengungkap kasus pemalsuan dokumen keimigrasian.
Mulai dari persoalan sumber daya
manusia, instrumen forensik, dan pedoman kerja, menjadi persoalan klasik yang
harus dihadapi. Di tengah meningkatknya arus globalisasi, penulis mengharapkan
tulisan ini dapat menjadi momentum untuk mengembalikan marwah Laboratorium
Forensik Keimigrasian sebagai lembaga ilmiah dalam melakukan pemeriksaan
pemalsuan dokumen keimigrasian di Indonesia.
Historia
Laboratorium Forensik Keimigrasian
Pada tahun 2003, dibentuklah Laboratorium
Forensik Keimigrasian, hasil kerja sama antara pemerintah Indonesia yang
diwakili oleh Direktorat Jenderal Imigrasi dengan pemerintah Australia yang
diwakili oleh DIMIA (Department of Immigration, Indigenous and Multicultural
Affairs). Pada awalnya berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor:
M.04.PR.07.10 tahun 2004 tentang Organisasi Tata Kerja Departemen Kehakiman dan
Hak Asasi Manusia, Laboratorium Forensik Keimigrasian berada dibawah Direktorat
Penindakan Keimigrasian dan Rumah Detensi.
Kemudian, karena berperan sebagai
bagian dari sistem pencegahan dan pengembangan penyelidikan dan pengumpulan
bahan informasi dalam mengambil tindakan hukum, maka sesuai Keputusan Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor: M.03-PR.07.10 tahun 2005 tanggal 7
Desember, Laboratorium Forensik Keimigrasian ditempatkan pada Direktorat
Intelijen Keimigrasian dibawah Sub Direktorat Produksi Intelijen Keimigrasian.
Berdiri sejak tiga belas tahun yang lalu, Laboratorium
Forensik Keimigrasian memiliki
peran untuk turut serta dalam menjaga keamanan dan
kepentingan negara dari orang-orang yang masuk atau keluar wilayah Indonesia, baik yang membahayakan atau memberikan manfaat bagi
pembangunan negara. Diperlukan penguatan
sebuah rancangan kerja dan manajemen pengelolaan secara profesional dan sistematis, sehingga Laboratorium
Forensik Keimigrasian dapat secara maksimal menjadi salah satu bagian
terpenting bagi keberhasilan tujuan institusi Imigrasi Indonesia.
Peranan
Laboratorium Forensik Keimigrasian
Tugas Laboratorium Forensik Keimigrasian
sesuai dengan Pasal 624 ayat (3) Peraturan
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor 29 Tahun 2015 tentang Organisasi
Tata Kerja Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia adalah melakukan penyiapan
bahan perumusan dan koordinasi kebijakan, bimbingan teknis, supervisi serta
pelaksanaan kebijakan di bidang pendeteksian dokumen keimigrasian, pengumpulan,
dan pemeliharaan dan pengelolaan perangkat laboratorium forensik.
Sebagai lembaga formal sah yang memeriksa
keabsahan suatu dokumen keimigrasian, Laboratorium Forensik Keimigrasian tidak
hanya memiliki peran forensik semata, tetapi juga edukasi, intelijen, dan
penegakan hukum. Peranan ini memiliki keterkaitan satu dan yang lain, yang
kemudian menjadikan lembaga ini memiliki arti penting dalam menunjang fungsi
keimigrasian secara holisitik.
Peranan tersebut harus dilaksanakan oleh
petugas secara objektif. Cyril Wecht, seorang Ahli Forensik Amerika
mengutarakan: “Forensic scientists are
not policemen. We are scientists. We deal with these matters objectively. We do
not (act) on our suspicion.” Seorang petugas laboratorium forensik, bukan
sekedar Petugas Imigrasi yang memiliki kemampuan teknis semata, tapi juga harus
memiliki kemampuan layaknya seorang ilmuwan. Ilmuwan yang objektif dan tidak
bertendensi pada anggapan semata.
Edmon Locard, pencetus ilmu
forensik atau yang lebih dikenal sebagai “The Sherlock Holmes of France”
menjelaskan: “Every Contact
leaves its trace”. Setiap kejahatan
meninggalkan jejak. Jejak itulah yang kemudian dapat diteliti secara ilmiah
oleh Laboratorium Forensik Keimigrasian. Begitu pentingnya lembaga ini untuk
mengungkap peristiwa kriminal, membuat perannya menjadi sangat vital.
Saat ini, hampir semua proses pembuktian
paspor palsu dilakukan di Laboratorium Forensik Keimigrasian pada Direktorat Intelijen
Keimigrasian. Hal ini terjadi
dikarenakan tidak semua Tempat Pemeriksaan Imigrasi dan Kantor Imigrasi memiliki
sarana Laboratorium Forensik
yang
memadai dan minimnya
ilmu pengetahuan forensik dokumen bagi petugas.
Minimnya Kuantitas dan Kualitas Sumber Daya
Manusia
Saat ini jumlah
petugas imigrasi yang bertugas di Laboratorium Forensik Keimigrasian hanya 2
(dua) orang, yang terdiri dari 1 (satu) Kepala Seksi dan 1 (satu) orang Pejabat
Imigrasi. Kuantitas ini tentu sangat tidak ideal mengingat jumlah permohonan
pemeriksaan paspor cukup meningkat tajam setiap tahunnya. Tahun 2014 jumlah
permohonan yang masuk berjumlah enam kasus dan Tahun 2015 berjumlah sembilan kasus.
Perlu diketahui
hingga saat ini masih ada lebih dari seratus paspor yang harus dilakukan
pemeriksaan oleh Laboratorium Forensik Keimigrasian. Paspor tersebut merupakan
kiriman dari Tempat Pemeriksaan Imigrasi besar yang mayoritas telah
dipalsukan baik sebagian atau
keseluruhan oleh pemegangnya.
Hal inilah yang
harus diantisipasi secara serius. Dengan jumlah petugas yang sedikit, maka akan
mempengaruhi kinerja dari Laboratorium Forensik Keimigrasian ke depannya. Sebagai
contoh untuk pemeriksaan dokumen palsu dibutuhkan proses panjang dari awal
pemeriksaan hingga pelaporan dan pengarsipan yang tidak bisa dilakukan hanya
satu petugas. Tentu, kondisi ini dapat menghambat kinerja Laboratorium Forensik
Keimigrasian dalam memberikan pelayanan yang tepat waktu dan terukur dalam
penyajian produk intelijen keimigrasian
Selain itu juga
perlu dilakukan peningkatan kualitas kompetensi petugas imigrasi yang menaruh
minat terhadap bidang forensik keimigrasian. Harus diakui, forensik keimigrasian bukanlah kajian yang menarik. Namun dibalik hal
tersebut, hanya dengan metode forensik keimigrasian lah maka kita dapat
mengungkap kasus-kasus pemalsuan paspor setiap warga negara. Mengingat telah
diberlakukannya kebijakan Bebas Visa Kunjungan dan Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA), maka potensi pemalsuan paspor akan meningkat tajam. Sehingga penambahan
kuanitas dan peningkatan kualitas petugas Imigrasi di Laboratorium Forensik
Keimigrasian menjadi suatu keniscayaan.
Sarana
dan Prasarana Belum Representatif
Sebagai pusatnya pemeriksaan paspor di
Indonesia, Laboratorium Forensik Keimigrasian perlu didukung dengan peningkatan
sarana dan prasarananya. Saat ini Laboratorium Forensik Keimigrasian menempati
ruangan yang belum cukup untuk memenuhi standar sebuah laboratorium forensik. Walaupun
untuk beberapa instrumen sudah cukup baik, seperti Video Spectral Comperator (VSC) 400, Leica Discussion Stereomicroscope, dan Labino Light, namun kualitasnya perlu ditingkatkan. Sejauh ini
untuk data pembanding yang dimiliki oleh Laboratorium Forensik Keimigrasian
masih menggunakan software edison dan
kissing versi lama. Ini tentunya
menyulitkan petugas ketika melakukan pemeriksaan yang butuh data pembanding
terbaru.
Pesatnya perkembangan teknologi sekarang ini
berujung pada meningkatnya pula teknik pemalsuan dokumen keimigrasian palsu. Apabila
ini tidak diantisipasi, maka Laboratorium Forensik Keimigrasian akan tertinggal
jauh dengan modus operansi pelaku yang semakin dinamis. Sebagai contoh,
Laboratorium Forensik Keimigrasian saat ini hanya memiliki mikroskop dengan
perbesaran 60 kali. Padahal sesuai dengan kebutuhaan, mikroskop yang dibutuhkan
adalah dengan 200 kali perbesaran. Selain itu, peranti yang masih dirasa kurang
adalah alat untuk mendeteksi Impostor. Sejatinya alat ini sangat diperlukan,
karena tren impostor semakin meningkat tiap tahunnya.
Belum
ada Standard Operational Procedure
(SOP) Laboratorium Forensik Keimigrasian
Selama ini pola kerja pemeriksaan paspor
palsu di Laboratorium Forensik Keimigrasian belum terpadu. Pelaksanaan tugas
hanya berdasarkan sistem kerja kebiasaan tanpa diikat oleh suatu pedoman kerja
tertentu. Misalnya, berapa hari maksimal pemeriksaan dilakukan, apa tahapan
yang harus dilakukan setelah proses pemeriksaan, apa hubungan kerja
Laboratorium Forensik Keimigrasian dengan seksi lainnya, serta bagaimana format
laporan kegiatan yang harus disajikan. Persoalan semacam ini akan menimbulkan
kerancuan. Kini, sudah waktunya untuk menyusun sebuah pedoman kerja guna
menjelaskan proses, pola kerja, dan produk yang dihasilkan dari sebuah kegiatan
Laboratorium Forensik Keimigrasian.
Minimnya Kepedulian
Minimnya kepedulian Petugas Imigrasi di
lapangan untuk mengajukan permohonan pemeriksaan paspor palsu ke Laboratorium
Forensik Keimigrasian, Direktorat Intelijen Keimigrasian menjadi realita yang
harus dihadapi. Petugas masih menganggap urgensi pemeriksaan forensik hanya
sebatas verifikasi ilmiah, sehingga apabila masih dapat diselesaikan di tempat
maka tidak perlu diajukan permohonan ke Laboratorium Forensik Keimigrasian.
Paradigma ini sudah seharusnya dihilangkan. Bagaimana pun juga, kehadiran
Laboratorium Forensik Keimigrasian tidak dapat diragukan sebagai lembaga sah
dan formal yang diberikan amanat oleh pemerintah untuk menguji kebenaran
terhadap kasus pemalsuan paspor di Indonesia.
Penguatan yang Harus Dilakukan
Dalam rangka meningkatkan peranan
laboratorium forensik keimigrasian yang tepat sasaran, maka penguatan yang
perlu dilakukan dalam hal:
- Perlu adanya penguatan fungsi manajemen pada Laboratorium Forensik Keimigrasian dengan pengembangan ruangan yang representatif, penambahan jumlah petugas,dan peralatan laboratorium sesuai dengan perkembangan teknologi untuk meningkatkan kinerja laboratorium yang efektif;
- Perlu segera dibentuk Standard Operational Procedure (SOP) sebagai pedoman pelaksanaan tugas dan fungsi Laboratorium Forensik Keimigrasian;
- Perlu dikeluarkannya Surat Edaran Direktur Jenderal Imigrasi yang ditujukan kepada setiap Kepala UPT Imigrasi agar setiap kasus yang terindikasi adanya pemalsuan dokumen perjalanan dan/atau keimigrasian dapat dilakukan uji keabsahan di Laboratorium Forensik Keimigrasian;
- Perlu segera direalisasikan pengadaan alat-alat forensik di Tempat Pemeriksaan Imigrasi besar yang bertujuan meminimalisir potensi terjadinya penyalahgunaan dokumen perjalanan dan keimigrasian palsu di Indonesia;
- Perlu dilakukan integrasi alat-alat forensik yang terdapat di Tempat Pemeriksaan Imigrasi ke Laboratorium Forensik Keimigrasian untuk memudahkan pemeriksaan forensik yang didasarkan pada tingkat kesulitan pemalsuan;
- Perlu dilakukan pemutakhiran sumber data forensik (database), seperti fitur pengaman Paspor RI, Visa RI, Cap Tanda Masuk dan/atau Tanda Keluar, serta dokumen keimigrasian negara lain.
Semoga dengan adanya penguatan ini dapat meningkatkan
kualitas Laboratorium Forensik Keimigrasian, sehingga dapat disejajarkan dengan
Pusat Laboratorium Forensik Kepolisian RI yang saat ini menjadi sumber data forensik
kriminal di Indonesia. Bahkan tidak menutup kemungkinan untuk ke depannya dapat
bersaing dengan Los Angeles Police
Department Crime Lab dan The Federal Bureau Investigation Crime Lab. Kita
bisa. Jayalah Imigrasi Indonesia.
Tangerang, Februari 2016
M. Alvi Syahrin