- Dalam penanganan masalah ISIS, pemerintah harus berpikir jernih dan bersikap tegas untuk menentukan status ISIS, apakah ISIS sebagai bentuk tindak pidana terorisme yang mengancam keamanan negara atau bukan[1];
- Perlu adanya regulasi yang mengatur status kewarganegaraan WNI yang ikut bergabung ke ISIS. Apakah mereka tetap menjadi WNI atau hilang kewarganegaraannya (stateless)[2]
- Berdasarkan Pasal 66 ayat (2) huruf a jo. Pasal 67 ayat (1) UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian[3], maka Ditjen Imigrasi telah bersikap pro-aktif untuk memeriksa keabsahan dokumen setiap WNI yang mengajukan permohonan Paspor RI dan mencegah WNI keluar wilayah Indonesia yang berpotensi untuk bergabung ke ISIS;
- Ditjen Imigrasi berpedoman pada Pasal 67 ayat (1) huruf c UU No. 6 Tahun 2011[4] yang menyatakan pengawasan keimigrasian juga dilakukan terhadap warga negara Indonesia yang berada di luar Wilayah Indonesia. Terkait dengan keberadaan WNI yang bergabung dengan ISIS di luar negeri juga menjadi kewajiban Ditjen Imigrasi. Oleh karenanya, berdasarkan hasil operasi intelijen keimigrasian, didapat informasi bahwa modus warga negara Indonesia yang bergabung ke ISIS, dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya: transit ke negara Singapura / Malaysia, menggunakan jasa travel liburan ke Turki, bahkan ibadah umroh pun patut dicurigai dijadikan sarana untuk bergabung dengan ISIS;
- Berdasarkan amanat Pasal 92 jo. Pasal 91 ayat (2) jo. Pasal 94 ayat (7) UU No. 6 Tahun 2011[5], Pejabat Imigrasi (yang mendapat delegasi kewenangan dari Menkum dan HAM) telah melakukan invetarisasi daftar nama-nama WNI yang dicegah berpergian keluar wilayah Indonesia yang patut diduga akan bergabung menjadi anggota ISIS di Suriah, dalam Daftar Pencegahan melalui Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian. Oleh karena itu, sepanjang tidak ada nama warga negara Indonesia yang masuk daftar pencegahan, maka Imigrasi tidak dapat melarang mereka untuk berpergian keluar wilayah Indonesia;
- Lebih lanjut, Direktorat Intelijen Keimigrasian telah melakukan deteksi dini (early warning) terhadap WNI yang berpotensi keluar wilayah Indonesia untuk bergabung ke ISIS. Tindakan pre-emptif telah dilakukan dengan pengumpulan bahan keterangan (pulbaket) dari seluruh Kantor Imigrasi yang ada di Indonesia dan juga instansi terkait lainnya. Dari informasi ini, maka Kantor Imigrasi dapat melakukan tindakan tegas untuk menolak setiap permohonan Paspor RI yang berpotensi bergabung ke ISIS dan memperketat perlintasan di setiap Tempat Pemeriksaan Imigrasi.
KETENTUAN HUKUM TERKAIT
I.
UU NO. 6 TAHUN 2011 TENTANG
KEIMIGRASIAN
Pasal
66 ayat (2) huruf a UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian
Pengawasan Keimigrasian
meliputi:
a. pengawasan terhadap
warga negara Indonesia yang memohon dokumen perjalanan, keluar atau
masuk Wilayah
Indonesia, dan yang berada di luar Wilayah Indonesia
Pasal
67 UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian
(1) Pengawasan
Keimigrasian terhadap warga negara Indonesia dilaksanakan pada saat permohonan
Dokumen Perjalanan, keluar atau masuk, atau berada di luar Wilayah Indonesia dilakukan
dengan:
a. pengumpulan,
pengolahan, serta penyajian data dan informasi;
b. penyusunan daftar
nama warga negara Indonesia yang dikenai Pencegahan keluar Wilayah Indonesia;
c. pemantauan terhadap
setiap warga negara Indonesia yang memohon dokumen perjalanan, keluar atau
masuk Wilayah Indonesia, dan yang berada di luar Wilayah Indonesia; dan
d. pengambilan foto dan sidik jari.
Pasal 91 ayat (2) UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian
Menteri
melaksanakan Pencegahan berdasarkan:www.hukumonline.com
a. hasil
pengawasan Keimigrasian dan keputusan Tindakan Administratif Keimigrasian;
b.
Keputusan Menteri Keuangan dan Jaksa Agung sesuai dengan bidang tugasnya
masing-masing dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c.
permintaan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
d. perintah
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan;
e.
permintaan Kepala Badan Narkotika Nasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan;
dan/atau
f.
keputusan, perintah, atau permintaan pimpinan kementerian/lembaga lain yang
berdasarkan undang-undang memiliki kewenangan Pencegahan.
Pasal 92 UU No. 6
Tahun 2011 tentang Keimigrasian
Dalam keadaan yang
mendesak pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (2) dapat meminta
secara langsung kepada Pejabat Imigrasi tertentu untuk melakukan Pencegahan
Pasal 94 ayat
(7) UU No. 6 Tahun 2011 tentang
Keimigrasian
Menteri atau Pejabat
Imigrasi yang ditunjuk memasukkan identitas orang yang dikenai keputusan pencegahan
ke dalam daftar Pencegahan melalui Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian.
II.
PP NO. 31 Tahun 2013 TENTANG
PERATURAN PELAKSANAAN UU NO. 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN
Pasal
172 ayat (2) dan (3) PP No. 31 Tahun 2013
(2) Pengawasan Keimigrasian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a. pengawasan terhadap
warga negara Indonesia; dan
b. pengawasan terhadap
Orang Asing.
(3) Pengawasan Keimigrasian terhadap warga negara Indonesia
dilakukan pada saat:
a. permohonan Dokumen
Perjalanan Republik Indonesia;
b. keluar atau masuk
Wilayah Indonesia; dan
c. berada di luar Wilayah
Indonesia.
Pasal
175 ayat (1) PP No. 31 Tahun 2013
Pengawasan administratif
terhadap warga Negara Indonesia
dilakukan dengan:
a. pengumpulan, pengolahan, serta penyajian data dan informasi mengenai:
1. pelayanan Keimigrasian
kepada warga negara Indonesia;
2. pengajuan permohonan Dokumen
Perjalanan Republik Indonesia yang dilakukan oleh
warga
negara Indonesia; dan
3. lalu
lintas warga negara Indonesia yang masuk atau keluar Wilayah
Indonesia.
b. penyusunan daftar nama
warga negara Indonesia yang dikenai Pencegahan keluar Wilayah
Indonesia; dan
c. pengambilan foto dan
sidik jari.
Pasal 176 PP
No. 31 Tahun 2013
(1) Pengawasan lapangan terhadap
warga negara Indonesia dapat
dilakukan dengan:
a. mencari dan
mendapatkan keterangan mengenai keberadaan warga negara Indonesia yang berada
di luar Wilayah Indonesia;
b. melakukan wawancara pada saat memohon Dokumen Perjalanan Republik
Indonesia; atau
c. melakukan koordinasi dengan pemerintah negara setempat melalui Kepala
Perwakilan Republik Indonesia untuk memantau keberadaan warga
negara Indonesia di luar Wilayah Indonesia.
(2) Pengawasan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat dilaksanakan secara periodik atau sewaktu-waktu jika diperlukan.
Pasal
177 PP No. 31 Tahun 2013
Pengawasan Keimigrasian terhadap warga negara Indonesia yang memohon
Dokumen Perjalanan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 172 ayat
(3) huruf a dilakukan sejak proses pengajuan permohonan sampai dengan digunakannya
Dokumen Perjalanan Republik Indonesia.
Pasal 226 ayat (2) PP No. 31 Tahun 2013
Menteri
melaksanakan Pencegahan berdasarkan:www.hukumonline.com
a. hasil
pengawasan Keimigrasian dan keputusan Tindakan Administratif Keimigrasian;
b.
Keputusan Menteri Keuangan dan Jaksa Agung sesuai dengan bidang tugasnya
masing-masing dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c.
permintaan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
d. perintah
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan;
e.
permintaan Kepala Badan Narkotika Nasional sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan; dan/atau
f.
keputusan, perintah, atau permintaan pimpinan kementerian/lembaga lain yang
berdasarkan undang-undang memiliki kewenangan Pencegahan.
Pasal 228 ayat (1) PP No. 31 Tahun 2013
Dalam
keadaan yang mendesak pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 226 ayat (2)
dapat meminta secara langsung kepada Pejabat Imigrasi tertentu untuk melakukan
Pencegahan
Jakarta Selatan, Maret 2015
M. Alvi Syahrin
[1]Lihat Buku 2 Bab 3 KUHP tentang Kejahatan-Kejahatan
terhadap negara sahabat dan terhadap Kepala Negara Sahabat serta Wakilnya
[2] Lihat
Pasal 23 UU No.12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan
[3] Lihat juga Pasal Pasal 172 ayat (2) dan (3), Pasal 175 ayat (1),
Pasal 176, dan Pasal 177 PP No. 31 Tahun 2013
[4] Lihat juga Pasal 175
ayat (1) PPno. 31 Tahun 2013
No comments:
Post a Comment