Monday, May 21, 2018

PRO-KONTRA PENERBITAN PERPRES NO. 20 TAHUN 2018 TENTANG PENGGUNAAN TENAGA KERJA ASING

".... Perpres ini hanya mengatur prosedur pelaksanaan penggunaan TKA Formal untuk menduduki jabatan tertentu. Bukan mengakomodir TKA Ilegal dan Unskill Worker. Terhadap kelompok tersebut, mengapa tidak dilegalkan saja dalam Perpres No. 20 Tahun 2018. Daripada kita mengalami dua kali kerugian dalam masalah ini ...."

Beberapa waktu terakhir, masyarakat dikagetkan dengan kebijakan Presiden yang mengeluarkan Peraturan Presiden No. 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing. Sikap pro dan kontra merebak di berbagai kalangan. Ada yang mengatakan pemerintah pro asing dan tidak peduli nasib bangsa. Ada juga yang menjelaskan kebijakan ini untuk menciptakan iklim perekonomian yang ramah investor. Semua pihak dapat berdalil, tapi masyarakat harus dicerdaskan dengan masukan informasi yang benar.
Dalam tulisan ini, saya akan melihat Perpres dalam optik hukum positif dan melepaskan diri dari tendensi politik. Sejatnya, tidak ada hal krusial yang menjadi masalah dalam norma hukum Perpes No. 20 Tahun 2018. Bila dikatakan tidak ada masalah sekali, tentu tidak benar juga. Memang ada beberapa catatan kritis, tapi menyatakan Perpres ini bermasalah tentu perlu kita telaah lebih lanjut.
Sebenarnya, isu hukum yang berkembang saat ini adalah keberadaan Tenaga Kerja Asing (TKA) Ilegal / Unskill Worker yang bekerja sebagai buruh kasar di beberapa perusahaan. Mereka mengambil pekerjaan receh yang seharusnya bisa dikerjakan oleh masyarakat Indonesia. Dan masalah ini, tidak ada hubungannya dengan dikeluarkannya Perpres No. 20 Tahun 2018. Praktik TKA Ilegal / Unskill Worker jauh sudah ada sebelum adanya Perpres ini. Sehingga mengkambinghitamkan Perpres sebagai instrumen hukum untuk melegalkan TKA Ilegal / Unskill Worker adalah tidak tepat.
Konstruksi hukum yang dibangun dalam Perpres No. 20 Tahun 2018 hanya berlaku untuk TKA Formal yang menduduki jabatan tertentu. Terkait isu TKA Ilegal / Unskill Worker yang saat ini viral, sejatinya bukan menjadi pokok pembahasan dalam Perpres No. 20 Tahun 2018. Lantas bagaimana dengan TKA Ilegal / Unskill Worker yang bekerja sebagai Buruh Kasar di Indonesia? Itu hal yang berbeda. Akar masalahnya tidak termasuk dalam rezim hukum Perpres ini.
Menurut saya, kandungan norma dalam Perpres ini tidak seheboh yang diberitakan di media masa. Beberapa ketentuan malah memperkuat argumentasi bahwa Indonesia hanya membutuhkan TKA Formal Berkualifikasi, bukan sebaliknya. Adanya keberadaan TKA Ilegal / Unskill Worker yang masuk ke Indonesia saat ini adalah penyimpangan dari Perpres No. 20 Tahun 2018.
Fakta Hukum Perpres No. 20 Tahun 2018:
• Pasal 2: Penggunaan TKA dalam jabatan tertentu
• Pasal 4 ayat (1): Mengutamakan penggunaan TKI
• Pasal 4 ayat (2): Urgensi penggunaan TKA
• Pasal 5: Larangan TKA menduduki jabatan personalia
• Pasal 8: Mempersingkat penerbitan RPTKA menjadi dua hari
• Pasal 9: Pengesahan RPTKA menjadi Izin Mempekerjakan TKA
• Pasal 13: Pengecualian penerbitan RPTKA dan menggunakan TKA dalam keadaan mendesak
• Pasal 15: Kewajiban membayar Dana Kompensasi Penggunaan TKA
• Pasal 17: Kewajiban TKA memiliki Visa Izin Tinggal Terbatas untuk Bekerja (Visa Kerja)
• Pasal 19: Mempersingkat penerbitan Visa Kerja menjadi dua hari
• Pasal 20 ayat (1): Permohonan Vitas menjadi Permohonan Izin Tinggal Terbatas untuk Bekerja (Itas Kerja)
• Pasal 21 ayat (1): Penerbitan Itas Kerja diberikan di Tempat Pemeriksaan Imigrasi
• Pasal 21 ayat (3): Itas Kerja bagi TKA maksimal dua tahun
• Pasal 23: Penerbitan Vitas dan Itas menjadi Pendapatan Negara Bukan Pajak bagi Kemenkumham cq. Ditjen Imigrasi
• Pasal 26 ayat (1) huruf a: Kewajiban menggunakan TKI sebagai Tenaga Kerja Pendamping
• Pasal 26 ayat (1) huruf b: Kewajiban memberikan pelatihan bagi TKI terhadap Jabatan TKA
• Pasal 26 ayat (1) huruf c: Kewajiban memberikan pelatihan Bahasa Indonesia bagi TKA
• Pasal 27: Alih teknologi dan keahlian dari TKA ke TKI
• Pasal 33: Kewajiban Pengawasan TKA oleh Kemenaker, Disnaker, dan Ditjen Imigrasi

Berdasarkan fakta hukum tersebut, dapat dipahami bahwa Perpres ini hanya mengatur prosedur pelaksanaan penggunaan TKA Formal untuk menduduki jabatan tertentu. Bukan mengakomodir TKA Ilegal dan Unskill Worker. 
Perlu dipahami, masalah yang diributkan saat ini adalah diambilnya hak rakyat untuk bekerja di sektor perusahaan oleh TKA Ilegal / Unskil Worker. Perkerjaan yang diambil adalah pekerjaan kasar, yang hemat saya tidak ada salahnya bila dilakukan oleh TKA. Bila kita membandingkan kebijakan ketenagakerjaan di Singapura dan Malaysia yang memberikan kesempatan bagi TKA untuk melakukan pekerjaan kasar, karena warga lokal di negara tersebut memang tidak mau melakukan pekerjaan itu. Sebaliknya, Singapura dan Malaysia malah membatasi TKA untuk menduduki jabatan keahlian tertentu, guna melindungi kepentingan negara. Kebijakan ini tentu berbeda dengan Indonesia, yang masih meributkan pekerjaan kasar dan membuka akses TKA untuk menempati jabatan strategis. Hal ini terjadi tentu karena kegagalan Indonesia memberikan lapangan pekerjaan bagi warganya sendiri.
Pasal 7 ayat 1 jo. Pasal 13 UU No. 12 Tahun 2011 menentukan bahwa Perpres diakui sebagai bagian dari hierarki peraturan perundangan yang memiliki materi muatan untuk melaksanakan penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan. Sehingga, kebijakan Presiden menerbitkan Perpres ini dalam rangka memotong alur birokrasi dan menyederhakana regulasi, adalah sah-sah saja. 
Konsep hukum Perpres ini adalah memberikan kemudahan bagi TKA Formal Berkualifikasi. Sehingga terhadap Permenkumham dan Permenaker yang bertentangan dengan Perpres ini, harus direvisi dan disesuaikan. Hal ini dikarenakan kedudukan hukum Perpres lebih tinggi dibanding Peraturan Menteri.
Namun, bukan berarti Perpres ini telah sempurna. Ada beberapa catatan penting dalam Perpres No. 20 Tahun 2018:
• Perpres ini rentan dilakukan judicial review ke Mahkamah Agung, karena ada beberapa pasal yang bertentangan dengan Undang-Undang. Misalnya: Pasal 9 Perpres No. 20 Tahun 2018 yang bertentangan dengan Pasal 43 UU No. 13 Tahun 2003. Pasal 9 Perpres menyatakan pengesahan RPTKA merupakan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing. Sedangkan, Pasal 43 UU No. 13 Tahun 2003 menyatakan RPTKA adalah persyaratan untuk mendapatkan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing.
• Bila semangatnya untuk meningkatkan perekonomian, seharusnya yang diberi kemudahan oleh Presiden bukan hanya TKA (C311, C312), tetapi juga Investor (C313, C314)
• Ditjen Imigrasi harus segera merevisi Permenkumham No. 27 Tahun 2014, Permenkumham No. 42 Tahun 2015, dan Permenkumham No. 44 Tahun 2015.
• Tidak semua Perwakilan RI di luar negeri yang memiliki Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian untuk melakukan penerbitan Vitas dan Itas Kerja bagi TKA. Saat ini baru ada 40 (empat puluh) perwakilan yang dapat melaksanakan fungsi tersebut.

Lalu, keberadaan TKA Ilegal / Unskill Worker salah siapa?
• WN Tiongkok kerap kali melakukan penyalahgunaan Visa Kunjungan (B211, B212, B213).
• Diberlakukannya Perpres No. 21 Tahun 2016 tentang Kebijakan Bebas Visa Kunjungan (BVK), menjadi salah satu pemicu meningkatknya jumlah TKA Ilegal / Unskill Worker.
• Dugaan saya, Perpres BVK ini sengaja dibuat Pemerintah tidak hanya atas dasar kepariwisataan, tetapi untuk mengakomodir migrasi TKA Ilegal Tiongkok.
• Berdasarkan Data Ditjen Imigrasi Tahun 2017, penyimpangan hukum dan penyalahgunaan fasilitas BVK didominasi oleh WN Tiongkok. Saat ini terdapat 1.992 Tindakan Administratif Kemigrasian (Deportasi) yang dikenakan bagi WN Tiongkok.
• Permasalahan TKA Ilegal / Unskill Worker menjadi tanggung jawab Ditjen Imigrasi di perlintasan lalu lintas orang, sebagai Otoritas Penjaga Kedaulatan dan Pintu Gerbang Negara.
• Pasal 8 jo. Pasal 9 UU No. 6 Tahun 2011: Kewajiban Pejabat Imigrasi untuk memeriksa orang asing yang masuk dan keluar wilayah Indonesia berdasarkan Visa yang dimiliki.
• Pasal 66 ayat (2) huruf b: Kewajiban Pejabat Imigrasi mengawasi keberadaan dan kegiatan orang asing di wilayah Indonesia.

Kesimpulan:
• Dari aspek keimigrasian, keberadaan Perpres No. 20 Tahun 2018 tidak menimbulkan masalah krusial, berbeda bila ditinjau dari aspek ketenagakerjaan.
• Perpres ini hanya mengatur prosesur pelaksnaan bagi TKA Formal yang menduduki jabatan tertentu, bukan sebaliknya.
• Meningkatknya keberadaan TKA Ilegal / Unskill Worker di Indonesia bukan disebabkan oleh Perpres ini, tetapi akibat dari penyalahgunaan Visa Kunjungan dan diberlakukannya Perpres No. 21 Tahun 2016 tentang Kebijakan Bebas Visa Kunjungan.
• TKA Ilegal / Unskill Worker menjadi tanggung jawab dari pengawasan Ditjen Imigrasi.

Saran:
• Indonesia tidak dapat melepaskan diri dari tuntutan global, sehingga menerima TKA adalah konsekuensi logis yang harus dihadapi.
• Perjanjian G2G antara Indonesia dan Tiongkok melahirkan skema investasi Turnkey Project Management, yang menentukan modal, teknologi, dan tenaga kerja semuanya berasal dari negara investor.
• Lalu bagaimana terkait Unskill Worker yang bekerja sebagai buruh kasar? Saya berpendapat mengapa tidak dilegalkan saja dalam Perpres No. 20 Tahun 2018. Daripada kita mengalami dua kali kerugian dalam masalah ini, yaitu: pertama mereka masuk secara ilegal (menyalahgunakan Visa Kunjungan dan BVK) dan kedua pemerintah kehilangan pemasukan. Bukankah lebih baik, Unskill Worker diatur dalam peraturan perundangan, berikut persyaratan dan besaran dana yang harus dibayar kepada pemerintah, layaknya pemerintah melegalkan Skill Worker.

No comments:

Post a Comment