Sunday, February 28, 2016

KEDUDUKAN DAN PERANAN LABORATORIUM FORENSIK KEIMIGRASIAN

Laboratorium Forensik Keimigrasian
Dalam Pasal 8 ayat (1) UU No. 6 Tahun 2011 menyebutkan, “Setiap orang yang masuk atau keluar Wilayah Indonesia wajib memiliki Dokumen Perjalanan yang sah dan masih berlaku.”. Hal ini perlu dilakukan pengawasan pada tempat perlintasan antar negara yang merupakan kewenangan dari Direktorat Jenderal Imigrasi. Dalam proses pengawasan di Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI), pejabat imigrasi berwenang melakukan pemeriksaan pada paspor. Pemeriksaan paspor palsu tidak hanya dilakukan di TPI saja, tetapi juga dilakukan di Kantor Imigrasi. Proses pemeriksaan yang dilakukan secara manual menggunakan peralatan biasa dapat mengidentifikasikan sebuah paspor palsu atau tidak. Namun untuk pembuktiannya, diperlukan metode forensik dokumen yang dapat secara rinci mengungkapkan dengan jelas hasil identifikasi paspor palsu atau tidak.
Oleh sebab itu, pada tahun 2003 dibentuklah Laboratorium Forensik Keimigrasian hasil kerja sama antara pemerintah Indonesia yang diwakili oleh Direktorat Jenderal Imigrasi dengan pemerintah Australia yang diwakili oleh DIMIA (Department of Immigration, Indigenous and Multicultural Affairs). Pada awalnya berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor: M.04.PR.07.10 tahun 2004 tentang Organisasi Tata Kerja Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, Laboratorium Forensik Keimigrasian berada dibawah Direktorat Penindakan Keimigrasian dan Rumah Detensi.
Kemudian, karena berperan sebagai bagian dari sistem pencegahan dan pengembangan penyelidikan dan pengumpulan bahan informasi dalam mengambil tindakan hukum, maka sesuai Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor: M.03-PR.07.10 tahun 2005 tanggal 7 Desember, Laboratorium Forensik Keimigrasian ditempatkan pada Direktorat Intelijen Keimigrasian dibawah Sub Direktorat Produksi Intelijen Keimigrasian.
Sejak berdiri sekitar dua belas tahun yang lalu, Laboratorium Forensik Keimigrasian memiliki peran untuk turut serta dalam menjaga keamanan dan kepentingan negara dari orang-orang yang masuk atau keluar wilayah Indonesia, baik yang membahayakan atau tidak memberikan manfaat bagi pembangunan negara. Diperlukan penguatan sebuah rancangan kerja dan manajemen pengelolaan secara profesional dan sistematis, sehingga Laboratorium Forensik Keimigrasian dapat secara maksimal menjadi salah satu bagian terpenting bagi keberhasilan tujuan institusi Imigrasi Indonesia.
Adapun tugas Laboratorium Forensik Keimigrasian sesuai dengan Pasal 624 ayat (3) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor 29 Tahun 2015 tentang Organisasi Tata Kerja Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia adalah melakukan penyiapan bahan perumusan dan koordinasi kebijakan, bimbingan teknis, supervisi serta pelaksanaan kebijakan di bidang pendeteksian dokumen keimigrasian, pengumpulan, dan pemeliharaan dan pengelolaan perangkat laboratorium forensik.
Saat ini, hampir semua proses pembuktian paspor palsu dilakukan di Laboratorium Forensik Keimigrasian pada Direktorat Intelijen Keimigrasian. Hal ini terjadi dikarenakan tidak semua Tempat Pemeriksaan Imigrasi dan Kantor Imigrasi memiliki sarana Laboratorium Forensik yang memadai dan minimnya ilmu pengetahuan forensik dokumen bagi petugas.
Apa itu Laboratorium Forensik Keimigrasian?
Sebelum memasuki pengertian Laboratorium Forensik Keimigrasian, terlebih dahulu kita memahami maknanya secara perkata. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, definisi dari:[1]
a.      Laboratorium
Adalah Tempat atau kamar dan sebagainya tertentu yang dilengkapi dengan peralatan untuk mengadakan percobaan (penyelidikan, penelitian dan sebagainya);
b.      Forensik
Adalah cabang ilmu kedokteran yang berhubungan dengan penerapan fakta-fakta medis pada masalah-masalah hukum;
c.      Keimigrasian
Adalah perihal yang berkaitan dengan hal ihwal lalu lintas orang yang masuk atau keluar wilayah Indonesia serta pengawasannya dalam rangka menjaga tegaknya kedaulatan negara.
Sedangkan,  Oxford Dictionary memberikan definisi sebagai berikut:
1)     Laboratory
A room or building equipped for scientific experiments, research, or teaching, or for the manufacture of drugs or chemicals.
2)     Forensics
Scientific tests or techniques used in connection with the detection of crime;
3)     Immigration
The act of moving or settling in another country or region temporarily or permanentely.
Berdasarkan definisi di atas dapat kita simpulkan bahwa Laboratorium Forensik Keimigrasian adalah sebuah ruangan atau tempat di mana di dalamnya terdapat perlengkapan atau peralatan yang digunakan untuk menyelidiki secara lebih mendalam kasus-kasus (dalam hal ini dokumen keimigrasian palsu) yang diduga melanggar aturan keimigrasian sehingga hasil penyelidikan itu dapat digunakan untuk mengambil keputusan mengenai tindakan hukum yang akan dilakukan.
Kedudukan Laboratorium Forensik Kemigrasian pada Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Imigrasi
Sesuai dengan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor 29 Tahun 2015 tentang Organisasi Tata Kerja Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, kedudukan Laboratorium Forensik Keimigrasian berada di Direktorat Jenderal Imigrasi pada Direktorat Jenderal Intelijen Keimigrasian Sub Direktorat Produk Intelijen dibawah Seksi Laboratorium Forensik Keimigrasian. Seksi Laboratorium Forensik Keimigrasian mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan koordinasi kebijakan, bimbingan teknis, supervisi serta pelaksanaan kebijakan di bidang pendeteksian dokumen keimigrasian, pengumpulan, dan pemeliharaan dan pengelolaan perangkat laboratorium forensik.

Gambar 1. Struktur Organisasi Direktorat Intelijen Keimigrasian

Peralatan Pemeriksaan yang dimiliki Laboratorium Forensik Keimigrasian
Laboratorium Forensik Keimigrasian memiliki beberapa peralatan yang digunakan untuk pemeriksaan dokumen keimigrasian, yaitu:[2]
a.      Video Special Comparator VSC-4c;
b.      ESDA (Electronic Detection Apparatus) ;
c.      Stereo Microscope ;
d.      UV floodlight;
e.      Normal floodlight;
f.        Digital SLR or High Prosumer Camera;
g.      Tripod;
h.      Scanner flatbed;
i.        Flashlight and blacklight handheld kit;
j.        Handheld Magnifier 10x kit;
k.      Colour Laser Printer.
Pemeriksaan dokumen keimigrasian yang dilakukan di Laboratorium Forensik Keimigrasian memiliki tahapan sebagai berikut:
a.      Peralatan yang digunakan dalam pemeriksaan awal
1)     Kaca Pembesar dengan Lampu (Illuminated Magnifier)
Kaca pembesar dengan lampu digunakan untuk dapat melihat pengaman pada paspor dengan lebih detail, seperti cetakan latar belakang paspor (background printing), extra small printing, menemukan kesalahan cetakan, ataupun kerusakan kecil pada paspor yang tidak dapat dilihat dengan kasat mata.
2)     Sinar atau lampu ultra violet (Ultra Violet Light)
Sinar atau lampu ultra violet memiliki dua fungsi dalam pemeriksaan dokumen. Yang pertama adalah untuk melihat atau memeriksa apakah ada reaksi ultra violet dari sebuah paspor atau visa. Sedangkan yang kedua adalah untuk menemukan watermark palsu, yang sering dapat terdeteksi dengan menggunakan lampu ultra violet.
3)     Alat penglihat 3M (3M Viewer)
Alat untuk melihat laminasi pengaman retroreflektif 3M (3M Retrorefelktif Security Laminate)
b.      Peralatan yang digunakan dalam Pemeriksaan Lanjutan
1)    Video Spectral Comparator 4c (VSC4c)
Alat pemeriksa dokumen yang memiliki beberapa fungsi seperti sinar ultra violet, kaca pembesar yang bisa melakukan pembesaran beresolusi tinggi, sinar coaxial untuk melihat laminasi retroreflektif, dan dapat pula digunakan untuk memeriksa apabila ada perubahan tinta pada dokumen. VSC4c ini terhubung dengan computer, scanner, dan printer sehingga hasil pemeriksaan dapat langsung disimpan di computer atau dicetak.
2)    Leica Discussion Stereomicroscope
Mikroskop yang mempunyai dua alat penglihat untuk digunakan oleh dua orang untuk meneliti objek yang sama secara bersamaan sehingga dapat saling mendiskusikan hasil penelitian tersebut.
3)    Labino Light
Lampu sorot sinar ultra violet untuk mendukung pengambilan foto dengan resolusi sinar ultra violet tinggi.
c.      Peralatan yang digunakan dalam pemeriksaan dilapangan (Securitech Inspection Kit)
Perlengkapan standar untuk melakukan pemeriksaan dokumen perjalanan pada saat dilapangan seperti pada saat pemeriksaan di atas pesawat, kapal laut.
Prosedur Pemeriksaan Dokumen Keimigrasian Palsu[3]
Pemeriksaan paspor palsu yang dilakukan oleh Laboratorium Forensik Keimigrasian pada umumnya merupakan permintaan dari Unit Pelaksana Teknis dari Kantor Imigrasi maupun Tempat Pemeriksaan Imigrasi atau instansi lainnya. Permintaan pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan terhadap keaslian paspor, cap kedatangan dan keberangkatan serta visa. .
1.      Pembuatan Laporan
Setelah sebuah dokumen diperiksa dan didapat hasil pemeriksaannya, maka tahap selanjutnya adalah membuat laporan pemeriksaan. Laporan pemeriksaan ini memuat data-data sebagai berikut:
a.      Informasi Penyerahan
Yaitu, waktu penyerahan dokumen tersebut kepada Laboratorium Forensik Keimigrasian, dan nama serta instansi yang meminta pemeriksaan dokumen.
b.      Permintaan Pemeriksaan
Yaitu, menerangkan pemeriksaan apa yang diminta, apakah pemeriksaan keaslian paspor, visa, cap kedatangan/ keberangkatan, dan sebagainya.
c.      Deskripsi Dokumen
Yaitu, menjelaskan data-data dari dokumen tersebut, misalnya nomor paspor, nama pemegang paspor, tanggal pengeluaran paspor, dan lain-lain.
d.      Metode Pemeriksaan
Yaitu menerangkan metode dan alat-alat pemeriksaan apa yang digunakan.
e.      Pemeriksaan
Yaitu, memaparkan temuan-temuan yang didapat pada waktu dilakukan pemeriksaan.
f.        Kesimpulan
Yaitu, hasil dari pemeriksaan tersebut.
2.      Pembuatan Produk Intelijen
Peranan Laboratorium Forensik Keimigrasian sebagai fungsi intelijen dengan membuat document alert terkait dengan temuan dokumen palsu yang telah diperiksa kemudian dikaitkan dengan temuan lainnya ketika ada suatu hubungan yang berkaitan dengan tindak kejahatan
3.      Pengarsipan
Laporan pemeriksaan ini akan dibuat dalam rangkap dua untuk diberikan kepada pihak peminta pemeriksaan dan untuk disimpan sebagai arsip oleh Laboratorium Forensik Keimigrasian. Selain dalam bentuk kertas, arsip ini pun secara berkala disimpan dalam format compact disc.
4.      Pengamanan Dokumen Keimigrasian[4]
Untuk mengukur keberhasilan sebuah Negara dalam mengamankan dokumennya dari upaya pemalsuan maka dapat dilihat dari seberapa besar angka pemalsuan dokumen yang melibatkan dokumen tersebut. Ketika masih banyak dijumpai penggunaan dokumen palsu (paspor kebangsaan) di lapangan maka angka keberhasilan Negara dalam mengamankan dokumennya dianggap kurang berhasil.
Selain, menjalankan fungsinya sebagai lembaga untuk memeriksa keaslian sebuah dokumen, Laboratorum Forensik Keimigrasian juga memiliki peran untuk mengamankan dokumen keimigrasian. Fungsi tersebut tidak dapat dipisahkan karena memiliki keterkaitan satu sama lain. Pengamanan dokumen tidak hanya tergantung pada fitur pengaman canggih dari fisik dokumen itu sendiri, akan tetapi pengamanan dokumen dipengaruhi banyak faktor yang memengaruhi secara langsung dan tidak langsung. Fitur pengaman pada dokumen hanya sebagian kecil dari upaya Negara untuk mengamankan dokumen.
Di dalam information security management terdapat pemahaman tentang teori pengamanan yang didalamnya terkait tiga hal, Confidentialy, Integrity dan Availability. Teori tersebut sangat menyadari bahwa faktor keamanan sangat terkait erat dengan sisi pelayanan yang menghendaki kecepatan dan efisiensi, serta dari sisi security itu sendiri yang tidak mentoleransi adanya celah keamanan atau pemalsuan dari unauthorised parties. Berikut unsur yang harus dipenuhi oleh Laboratorium Forensik Keimigrasian dalam melakukan pengamanan dokumen keimigrasian, yaitu:
1.      Confidentialy (Kerahasiaan)
Dokumen dapat dikatakan aman apabila dokumen tersebut :
a)   Memiliki fitur pengaman fisik yang sesuai dengan yang distandarkan (dalam hal dokumen adalah paspor maka dokumen harus memiliki fitur-fitur pengaman paspor merujuk pada standar ICAO 9303. Fitur pengaman tersebut dapat mencegah dan mempersulit dokumen untuk bisa dipalsukan. Jika dokumen dapat dipalsukan maka fitur pengaman tersebut akan memberikan informasi kepada petugas pemeriksa dokumen bahwa telah terjadi perubahan pada dokumen tersebut (tamper evidence). Contohnya fitur pengaman berupa Kinegram, Hologram dan Optical Variable Inks pada paspor yang mempersulit adanya perubahan atau pemalsuan;
b)  Melalui proses distribusi, issuance atau proses penerbitan dokumen yang sesuai prosedur yang sudah ditetapkan dan terlindungi dari akses-akses yang tidak dikehendaki (illegal access) yang berpotensi pada kerugian, seperti pencurian, penghilangan, penggantian, penghapusan, perubahan dan pemalsuan data dan atau dokumen. Contohnya, Manajemen pengelolaan blangko paspor yang diharapkan mampu menjaga dan mengamankan distribusi paspor dari Pusat ke daerah hingga diterbitkan kepada masyarakat.
2.      Integrity (Integrasi)
Dokumen dapat dikatakan aman apabila dokumen tersebut :
a.     Memiliki sistem pendukung yang terintegrasi terkoneksi satu dengan yang lain dalam rangka menjaga keamanan seluruh syitem dari upaya modifikasi oleh pihak-pihak yang tidak berhak dan tidak bertanggungjawab. Proses penerbitan paspor dilakukan dengan tahapan dari hulu hingga hilir. Selama proses tersebut sub sistem pendukung harus tangguh dari upaya sabotase dan pengaburan serta upaya perubahan yang tidak sah dan unprocedural sehingga mengakibatkan baik dokumen itu sendiri melalui sistem pendukungnya. Hal ini selaras dengan tugas yang diemban oleh Laboratorium Forensik Keimigrasian dalam mengamankan dokumen Paspor RI, karena setiap satu buah blanko paspor baik yang sudah terbit maupun belum, masih berlaku atau sudah expired adalah tetap milik negara dan negara bertanggung jawab terhadap pengamanannya. Contohnya adalah pencegahan penggunaan dokumen paspor hilang atau blanko paspor hilang yang dilakukan dengan mengandalkan pada konektivitas antar sistem, sehingga paspor-paspor palsu tersebut dapat terdeteksi apabila digunakan di Tempat Pemeriksaan Imigrasi;
b.  Memiliki teknik pengaman data dan dokumen baik fisik maupun non-fisik dengan sistem maupun manual yang dapat mengukur dan mendeteksi akurasi kecocokan data baik fisik maupun digital. Contohnya, adalah apabila paspor alteration (asli tapi telah diubah) digunakan melalui pintu-pintu resmi maka sistem pemeriksaan akan dengan akurat memberitahu kepada petugas pemeriksa bahwa paspor tersebut tidak cocok datanya dengan si pemegang karena memang telah dipalsukan.
3.    Availability  (Kemudahan)
Dokumen dapat dikatakan aman apabila dokumen tersebut :
a)     Didukung oleh sistem pelayanan dan keamanan yang seimbang, dimana dua hal tersebut harus selalu berjalan beriringan sehingga tidak boleh salah satu dipisahkan dan tidak boleh saling melemahkan. Prinsip ini menekankan pentingnya faktor pelayanan bagi masyarakat. Prinsip ini memberikan kemudahan kepada masyarakat luas dalam hal pemeriksaan dokumen dan verifikasi otentikasi dokumen. Melalui peralatan otentikasi yang canggih dan aman maka pemeriksaan dokumen dapat dilakukan dengan lebih cepat, akurat dan aman. Prinsip ini menghendaki adanya ketersediaan sistem yang mampu mendukung aspek-aspek kemudahan dalam bertransaksi, sehingga tidak terjadi mal-function pada sistem pelayanan dan keamanan, serta terdapat kontrol yang ketat namun menghasilkan output pelayanan yang sangat efisien. Contohnya, adalah pada implementasi penggunaan E-Paspor atau Elektronik Paspor yang menggunakan CHIP elektronik. E-paspor diterbitkan dalam rangka untuk memudahkan pemeriksaan penumpang di Tempat Pemeriksaan Imigrasi. Penumpang akan dimudahkan karena pemeriksaan sangat cepat, tanpa mekanisme berhadapan dengan petugas (melalui automatic gate) tapi pemeriksaan otomatis tersebut sudah dijamin akurat, aman dan valid. Pemeriksaan dijamin aman karena terjadi verifikasi antara paspor dan chip elektronik yang dibaca oleh mesin serta otentikasi fitur biometric yang melekat pada diri pemegang paspor;
b)     Memiliki sistem otentikasi yang dapat memastikan data, transaksi data dan komunikasi data di dalam sistem penerbitan paspor adalah genuine dan valid. Contohnya, verifikasi biometric antara pemegang paspor dan dokumen yang dimiliki dapat terjadi apabila sudah memiliki perangkat tersebut baik software maupun hardware, karena e-paspor tidak akan berdaya guna apabila tidak ada alat pembaca dokumen (decoder) tersebut di tempat pemeriksaan imigrasi.
Teknik Pemeriksaan Laboratorium Forensik Dokumen Keimigrasian[5]
1.      Pemeriksaan Dokumen
The American Society for Testing and Materials, International (ASTM) menerbitkan standar untuk banyak metode dan prosedur menggunakan Forensic Document Examiner (FDE).   Standard   Guide   for   Scope   of   Work   of   Forensic Document   Examiners   mengindikasikan   3   (tiga)   komponen dalam pemeriksaan dokumen. Seorang pemeriksa dokumen membuat pengujian ilmiah, membandingkan, dan menganalisa dokumen dalam rangka untuk:
a.      menetapkan keaslian atau ketidakaslian, mengekspos pemalsuan, mengungkapkan perubahan, penambahan, atau penghapusan,
b.      mengidentifikasi  atau  menghilangkan  sumber  ketikan atau kesan lainnya, tanda, atau bukti terkait, dan
c.      membuat laporan atau kesaksian saat diperlukan untuk membantu pengguna jasa pemeriksa dokumen dalam memahami temuan si pemeriksa.
Pemeriksaan dokumen melibatkan alat bukti yang dapat dilihat, diuji, dan diukur. Dalam pemeriksaan dokumen diperlukan peralatan-peralatan yang membantu menguji keaslian dokumen tersebut dan menentukan fakta yang mungkin tidak terlihat tanpa bantuan dokumen ilmiah. Pemeriksaan terhadap dokumen palsu dilakukan melalui pendeteksian yang teratur dan studi yang sistematik untuk menjaga bukti dokumen yang diduga palsu tetap dalam kondisi yang baik. Metode pemeriksaan dokumen dilakukan salah satunya dengan melakukan perbandingan. Perbandingan dilakukan antara dokumen  yang diduga  palsu dengan  dokumen otentik yang asli dengan mencari perbedaan yang terdapat pada kedua dokumen yang dibandingkan.
2.      Makroskopik dan Mikroskopik
Untuk mengidentifikasi sebuah dokumen dapat dilakukan penelitian makroskopik  dan  mikroskopik.  Pemeriksaan maksroskopik merupakan pemeriksaan sebuah dokumen dengan penglihatan biasa menggunakan mata telanjang dengan bantuan cahaya yang dipantulkan/langsung (reflected light), dimiringkan (oblique light), dan cahaya yang diteruskan (transmitted light). Sedangkan    pemeriksaan    mikroskopik    adalah    pemeriksaan menggunakan mikroskop untuk objek yang tidak dapat dilihat dengan   mata   telanjang. 
Jenis-jenis   mikroskop   yang   biasa digunakan untuk pemeriksaan dokumen antara lain  stereoscopic microscope,  standard laboratory  microscope,  dan  polarized  light microscope (PLM). Stereoscopic microscope menggunakan pembesaran yang rendah dengan pencahayaan langsung, miring maupun pencahayaan yang diteruskan untuk menunjukkan objek yang relatif lebih besar seperti lukisan maupun dokumen yang lebih lebar. Standard laboratory microscope digunakan untuk melakukan tes mikro kimia dari sample kertas maupun tinta. Tipe dari serat pada kertas dan pencampuran dari setiap tipe serat dapat ditentukan dengan teknik khusus. Polarized light microscope (PLM) biasanya digunakan pada laboratorium forensik yang lebih besar, biasanya  menggunakan  filter  polarisasi  cahaya  (sebuah  sifat cahaya yang bergerak menuju arah tertentu) untuk mengidentifikasi sebuah kandungan/ zat. Contohnya   seperti pada kasus lukisan minyak yang telah diragukan keasliannya dengan cara melihat adanya partikel yang telah diangkat.
3.      Pengujian Kertas
Pemeriksaan terhadap dokumen Biasnya dilakukan dengan menguji jenis kertasnya, tinta dan juga warna dokumen tersebut. Pengujian terhadap kertas terbagi menjadi dua cara, yaitu tes non-destruktif dan tes destruktif. Tes non-destruktif dilakukan dengan melihat warna, bentuk, ukuran, ketebalan setiap lembar kertas, watermarks (tanda air),  pola  atau  tanda  yang  ada  pada  kertas  yang  diproduksi, tampilan permukaan kertas (berwarna atau belang), halus atau kakunya kertas saat diraba, dan bunyi yang dihasilkan saat kertas tersebut  digerakkan.  Penggunaan  fluorescence  atau  sinar ultraviolet dapat juga dilakukan untuk memeriksa  sebuah kertas tanpa merusak kertas tersebut. Tes destruktif dilakukan  dengan menghancurkan sedikit sobekan kertas menggunakan air, atau bila diperlukan   menggunakan   dilute   acid   (asam   cair)   atau   alkali sehingga menjadi campuran pulp (bubur) yang selanjutnya dapat diperiksa serat-serat yang terkandung di dalamnya menggunakan mikroskop.  
4.      Fotografi Forensik
Terdapat 3 (tiga) fungsi fotografi dalam pemeriksaan dokumen keimigrasian, yaitu (1) untuk membuat catatan permanen dari sebuah dokumen sebelum  dokumen  tersebut  rusak  saat  pemeriksaan, (2) untuk mendeteksi fitur-fitur tertentu yang tidak terlihat secara kasat mata, dan (3) untuk menyiapkan materi dimana diperlukan adanya peragaan di pengadilan.
Sebuah foto yang akan dijadikan sebagai alat peraga atau bukti di pengadilan haruslah dipersiapkan dengan baik dengan menampilkan informasi-informasi penting yang dapat dilihat dan mampu dijelaskan dengan sebuah gambar. Untuk menghasilkan hasil foto yang bagus dan layak digunakan sebagai pembuktian di pengadilan, diperlukan peralatan yang layak sebagai syarat mutlak dan keahlian fotografi dalam menggunakan kepiawaiannya untuk masalah yang ditimbulkan oleh berbagai dokumen yang berbeda.
Adapun fotografi forensik yang dilakukan oleh Laboratorium Forensik Keimigrasian dalam melakukan pemeriksaan dokumen keimigrasian palsu adalah melalui fotografi Ultraviolet dan Infra red. Fotografi tidak hanya mampu merekam benda yang dapat terlihat, tapi juga merekam benda yang tidak dapat dilihat secara kasat  mata.  Penerangan  dengan  sinar  infra  red  dan  ultraviolet dapat digunakan untuk mendokumentasikan sebuah gambar yang tidak terlihat. Emulsi fotografi dapat dibuat sensitif terhadap radiasi ultraviolet dan infra red. Untuk menghasilkan foto dengan kedua radiasi cahaya ini digunakan teknik khusus. Fotografi ultraviolet dapat dilakukan menggunakan filter khusus yang hanya menerima sinar ultraviolet. Teknik fotografi lain yang menggunakan sinar ultraviolet adalah fotografi ultraviolet fluorescence dimana dokumen diterangi dengan sinar ultraviolet dan kamera berfilter yang menyerap sinar ultraviolet. Meskipun demikian, hanya visible fluorescence yang dapat dilihat oleh film pada kamera. Pada fotografi infra red diperlukan filter khusus yang dapat menghalangi cahaya sinar yang tidak diinginkan dan film khusus berkecepatan tinggi yang peka terhadap radiasi infra red, serta dilakukan pada ruangan yang sangat gelap.
Peran Faktual Laboratorium Forensik Keimigrasian
Laboratorium Forensik Keimigrasian, Direktorat Intelijen Keimigrasian, menjalankan fungsi edukasi, yaitu dengan memberikan bimbingan teknis untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi petugas imigrasi di Indonesia mengenai pendeteksian dan pemeriksaan dokumen keimigrasian. Berbagai pelatihan telah sering diberikan kepada petugas imigrasi Indonesia untuk memberikan kesadaran dan peringatan dini mengenai aktifitas jaringan para pelanggar, para pelaku kejahatan pemalsuan dokumen keimigrasian, sehingga dapat menambah pengetahuan dan keterampilan petugas imigrasi dalam melakukan pengumpulan, pengelolaan, dan penyajian data yang terkait dengan seluruh aktifitas penggunaan dan pemalsuan dokumen keimigrasian dalam sebuah produk intelijen.
Selain memberikan pengetahuan melalui pelatihan-pelatihan mengenai pemeriksaan dokumen keimigrasian palsu, Laboratorium Forensik Keimigrasian kerap diminta menjadi saksi ahli dipengadilan untuk memberikan keterangan secara ilmiah mengenai kasus pemalsuan dokumen keimigrasian.
Tangerang,  Februari 2016
M. Alvi Syahrin



[1] Tim Pustaka Phoenix. 2009. Cet-4. Edisi Revisi. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Baru). Jakarta: PT. Media Pustaka Phoenix
[2] Inventaris Instrumen Laboratorium Forensik Keimigrasian, Direktorat Intelijen Keimigrasian, Tahun 2015
[3] Haryono Agus Setiawan, Redefinisi Unit Laboratorium Forensik Keimigrasian, Karya Tulis Seleksi Diklatpim IV, 2007 ,hlm 13. Lihat juga Anonim, Advanced Modul Pemeriksaan Dokumen, Direktorat Intelijen Keimigrasian, hlm. 94-99
[4] Sigit Setiawan, Dokumen Sebagai Core Business Imigrasi, Direktorat Intelijen Keimigrasian, hlm. 57-60
[5] Sigit Setiawan, Op. cit., Direktorat Intelijen Keimigrasian, hlm. 43-50

No comments:

Post a Comment