Hubungan Sekuriti dan Intelijen Nasional
Harus dipahami, sekuriti dan intelijen merupakan satu rangkaian
dari sub-sistem pertahanan dan keamanan kedaulatan negara. Intelijen bersifat
menguasai (ofensif), maka sekuriti lebih mengarah kepada segi pengamanan
(defensif). Dalam bahasa lain, sekuriti pada hakikatnya merupakan sisi lain
dari intelijen (security is the other ace of intelligence). Namun, kedua
unsur tersebut tidak terlepas satu dengan yang lainnya, bahkan saling mengisi
dan melengkapi.
A. Apa
itu Sekuriti Nasional?
Sekuriti adalah setiap usaha dan upaya untuk melakukan tindak
pengamanan, perlindungan dan pengawasan terhadap setiap ancaman yang datang
dari pihak lawan.
Sisi defensif dari sekuriti haruslah dilengkapi dengan unsur kontra
intelijen untuk dapat mengimbangi sisi ofensif dari intelijen. Sehingga
dipahami bahwa fungsi sekuriti harus ditunjang oleh fungsi kontra intelijen.
Sifat sekuriti tidak hanya sekedar melindungi dan mengamankan apa
dan semua yang dimiliki, melainkan juga menghadapi, menanggulangi, mencegah,
dan melawan semua bentuk dan ancaman, tetapi juga pelanggaran dan kejahatan
terhadap hukum yang berlaku dan juga kegiatan intelijen ofensif (kejahatan
intelijen) dari pihak lawan atau lain yang harus dihadapi (kontra intelijen).
B. Apa
itu Intelijen Nasional?
Intelijen adalah setiap usaha dan upaya untuk dapat menghimpun
semua data dan informasi dari pihak lawan untuk dapat ditemukan unsur kemampuan
dan ketidakmampuan dengan tujan mengatasi dan menanggulangi setiap ancaman,
hambatan dan tantangan baik di masa perang maupun damai.
Intelijen bersifat ofensif, yaitu mengarah kepada kegiatan yang
terorganisir (organized activity) pihak satu kepada pihak lain dengan
menghimpun semua data dan informasi yang diperlukan. Data dan informasi yang
dihimpun meliputi semua kegiatan lawan termasuk kemampuan dan ketidakmampuannya
dan juga faktor-faktor lain yang berkaitan dengan goografi, demograsi, kondisi
sosial, politik, ekonomi, sampai kepada sasaran yang diperoleh.
Oleh karena itu, intelijen biasanya berawal dari faktor: Apa yang
merupakan dasar kegiatan intelijen; Mengapa perlu dilakukan kegiatan
intelijen; Siapa yang menjadi subjek (pelaku) maupun yang dijadikan objek
(sasaran) dari kegiatan intelijen.
Selanjutnya, faktor lain yang perlu diperhatikan adalah: Dimana
sasaran intelijen berada; Apa kegiatan intelijen yang harus dilakukan; Kapan
kegiatan intelijen harus dilaksanakan; Bagaimana bentuk kegiatan intelijen
(terbuka atau tertutup). Lalu terkait dengan bagaimana pola operasi intelijen
yang harus dilakukan (pola operasi strategis, taktis dan/atau teknis).
Uraian Bab VI UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian: Relasi Sekuriti
dan Inteljen Keimigrasian dalam Kegiatan Pengawasan Keimigrasian[1]
A. Urgensi
Relasi Sekuriti dan Intelijen Keimigrasian dalam Kegiatan Pengawasan
Keimigrasian
Bab VI UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian (selanjutnya
disebut UU No.6 Tahun 2011) mengatur perihal Pengawasan Keimigrasian yang
terdiri dari Bagian Kesatu (Umum) dan Bagian Kedua (Intelijen Keimigrasian).
Pada bab ini, konstruksi hukum yang dibangun oleh pembuat undang-undang (wets
gever), telah menempatkan pengawasan keimigrasian menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari kegiatan sekuriti dan intelijen keimigrasian. Sekuriti
keimigrasian merupakan pengejewantahan sisi keamanan dalam pelaksanaan, begitu
juga dengan intelijen keimigrasian yang harus menjadi pondasi kegiatan
pengawasan keimigrasian.
Konstruksi hukum yang digunakan dalam perumusan Bab VI UU No. 6
Tahun 2011 didasari atas teori dan konsep (hukum) sekuriti dan intelijen keimigrasian.
Intelijen memiliki peran dan posisi tersendiri dalam pengawasan keimigrasian,
baik itu dalam konsep ataupun pelaksanaannya. Sehingga tidak berlebihan
apabila, penulis menyatakan bahwa pengawasan keimigrasian merupakan sub-sistem
dari Sekuriti dan Intelijen Keimigrasian.
Dalam teori dan konsep sekuriti dan intelijen keimigrasian,
dipahami bahwa setiap kegiatan pengawasan keimigrasian haruslah memiliki pondasi
sekuriti dan intelijen keimigrasian yang mumpuni. Di dalamnya akan ditemui soal
aspek teknis dan strategis yang berguna dalam memetakan (mind mapping)
apa dan bagaimana pengawasan keimigrasian harus dilakukan. Pengawasan
keimigrasian yang dilandasi oleh sekuriti dan intelijen keimigrasian merupakan
kunci utama dalam mewujudkan sistem keamanan dan pertahanan nasional dari masuk
dan keluar orang di wilayah Indonesia.
Pelaksanaan kegiatan pengawasan keimigrasian yang berbasis sekuriti
dan intelijen keimigrasian akan berkaitan erat dengan hakikat keimigrasian.
Pasal 1 angka 1 UU No. 6 Tahun 2011 menyatakan keimigrasian adalah hal ihwal lalu
lintas orang yang masuk atau keluar wilayah Indonesia serta pengawasannya
dalam rangka menjaga tegaknya kedaulatan negara. Pengawasan keimigrasian
dapat dilakukan apabila adanya konsep sekuriti dan intelijen di dalamnya. Begitu
juga dengan fungsi keimigrasian sebgaimana disebutkan dalam Pasal 1 angka 3 UU
No. 6 Tahun 2011) bahwa imigrasi berfungsi sebagai aparatur pelayanan keimigrasian, aparatur penegakan
hukum, aparatur keamanan negara, dan aparatur fasilitator pembangunan
kesejahtaraan masyarakat. Untuk mewujdkan sistem keamanan dan pertahanan
nasional semesta, maka catur fungsi keimigrasian tersebut harus dilaksanakan
dengan berlandasarkan pada konsep sekuritas dan intelijen keimigrasian.
Fungsi
intelijen keimigrasian (baca: Pengawasan Keimigrasian) saat ini menjadi
wewenang dari Direktorat Intelijen Keimigrasian. Pada instansi inilah
diharapkan pengawasan keimigrasian berbasis intelijen dapat menjadi pioneer
dalam menjadikan Imigrasi sebagai institusi penjaga pintu gerbang negara yang
berwibawa (bhumi pura wira wibawa).
B. Sekuriti
Keimigrasian dalam Pengawasan Keimigrasian
Sekuriti keimigrasian ialah setiap usaha dan upaya perlindungan,
pengamanan, serta pengawasan pelaksanaan ketentuan dan peraturan keimigrasian
berdasarkan fungsi keimigrasian yang telah ditentukan dalam UU No. 6 Tahun
2011.
Dalam Pasal 66 ayat (1) UU No. 6 Tahun 2011 disebutkan pengawasan
keimigrasian yang merupakan bagian dari sekuriti dan intelijen keimigrasian
dilakukan oleh Menteri Hukum dan HAM RI. Pendelegasian kewenangan tersebut
kemudian dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi cq. Direktorat
Intelijen Keimigrasian sebagai lembaga yang menangani persoalan pengawasan
keimigrasian di tingkat pusat (tataran kebijakan). Sebagai pelaksana di
lapangan menjadi wewenang dari setiap Pejabat Imigrasi untuk melakukan fungsi
intelijen keimigrasian (vide Pasal 74 ayat 1 UU No. 6 Tahun 2011).
Direktorat Jenderal Imigrasi sebagai institusi yang pertama dan
terakhir dalam menangani keluar masuknya subjek asing maupun domestik, tidak
terlepas dari pada tugas dan kewajibannya dalam rangka menunjang sekuriti
nasional di bidang keimigrasian untuk:
- Mempertahankan,
melindungi, dan mengamankan potensi nasional yang ada di dalam wilayah hukum
RI;
- Mengatasi,
menanggulangi, mencegah setiap bentuk ancaman dan bencana yang dapat timbul
sebagai akibat keluar masuknya subjek asing maupun Indonesia dan budaya orang asing
di wilayah hukum RI;
B. 1 Sasaran Sekuriti Keimigrasian
- Hakikat
ancaman: sebagai institusi yang pada tingkat pertama dan terakhir bertugas
mengatur perlintasan keluar masuk subjek asing maupun domestik dari dan ke
Indonesia, di aharus mampu mengidentifikasi setiap hakikat ancaman;
- Unsur
ancaman: Ancaman yang dimaksud dapat berasal dari dalam ataupun luar. Namun
unsur ini pun, tidak terlepas dari pada tata kehidupan mayarakat berbangsa dan
bernegara dimulai dari ideologi, politik, sosial-ekonomi, budaya, ilmu
pengetahuan dan teknologi sampai kepada pertahanan keamanan yang dikaitkan
dengan doktrin wawasan nusantara;
- Pelaku
ancaman: Dapat berbentuk perorangan, kelompok, golongan, sampai suku bangsa
tertentu. Namun juga dapat berupa badan-badan intelijen asing yang melakukan
kegiatan ofensif terhadap negara RI, seperti bentuk sindikat kejahatan (mafia)
jaringan narkotika, perdagangan manusia sebagai tenaga kerja maupun pelacur,
sindikat yang bergerak di bidang pemalsuan dokumen negara (dokumen perjalanan
atau perizinan), atau bentuk kegiatan yang berpotensi mengakibatkan kejahatan
keimigrasian (immigration crime) ataupun kejahatan intelijen
keimigrasian (immigration intelligence crime);
- Dampak
ancaman: berupa dampak teknis sampai strategis dengan jangka waktu tertentu
atau waktu yang lama;
- Penanggulangan
ancaman: merupakan sistem yang diterapkan dalam lingkup sekuriti nasional
keimigrasian.
B. 2 Upaya Perlindungan dan Pengamaan Sekuriti Keimigrasian
a. Usaha
dan upaya perlindungan
Sebagai
aparatur penegakan hukum, Direktorat Jenderal Imigrasi dalam usaha melaksanakan
ketentuan dan peraturan keimigrasian memberikan perlindungan hukum kepada
setiap warga negara dan orang asing yaitu:
- Mengawasi
dan melindungi warga negara Indonesia dan warga negara asing yang berada di
Indonesia (mahawas mahayu swajanma prajanma)
- Memberikan
pengayoman dan rasa aman selama orang asing itu berada di Indonesia;
- Dilindungi
dari segala gangguan dan ancaman;
- Selalu
berdasarkan dan berlandaskan hukum yang berlaku;
b. Usaha
dan upaya pengamanan
Sebagai
aparatur sekuriti, Direktorat Jenderal Imigrasi melaksanakan usaha dan upaya
pengamanan di dalam pelaksanaan ketentuan dan peraturan keimigrasian agar tidak
terjadi apa yang disebut penyimpangan, penyalahgunaan dan pelanggaran serta
kejahatan keimigrasian.
Usaha dan upaya
pengamanan ialah setiap usaha,pekerjaan, tindakan, dan kegiatan untuk mencegah
atau menggagalkan serta mengusut setiap penyimpangan, penyalahgunaan
pelanggaran, dan kejahatan keimigrasian baik yang dilakukan oleh warga negara
Indonesia maupun warga negara asing.
Usaha perlindungan dan penanganan ini kemudian dirumuskan dalam
Pasal 66 ayat (2) UU No. 6 Tahun 2011 yang menentukan pengawasan Keimigrasian
meliputi:
a. pengawasan
terhadap warga negara Indonesia yang memohon dokumen perjalanan, keluar atau
masuk Wilayah Indonesia, dan yang berada di luar Wilayah Indonesia; dan
b. pengawasan
terhadap lalu lintas Orang Asing yang masuk atau keluar Wilayah Indonesia serta
pengawasan terhadap keberadaan dan kegiatan Orang Asing di Wilayah Indonesia.
Usaha
dan upaya pengamanan ini bersifat preventif, yaitu setiap usaha, pekerjaan,
tindakan, kegiatan yang bertujuan untuk mencegah berhasilnya setiap
penyimpangan, penyelahgunaan, pelanggaran dan kejahatan keimigrasian. Sebagai
contoh:
- Setiap
warga ngara Indonesia pada waktu hendak meminta dokumen perjalanan RI wajib
memberikan segala ketentuan yang benar dalam menetukan pemberian dokumen
perjalanan tersebut;
- Tiap-tiap
orang asing yang berada di Indonesia diwajibkan memberikan segala keterangan
atau bantuan yang diperlukan untuk mengenal dirinya.
B. 3 Peranan Sekuriti Keimigrasian
Direktorat jenderal Imigrasi cq. Direktorat Intelijen
Keimigrasian memiliki dua peranan penting dalam kegiatan pengawasan keimgrasian
di Indonesia. Hal tersebut tercermin dalam ketentuan Pasal 67 dan Pasal 68 UU
No. 6 Tahun 2011 yang menyebutkan:
Pasal 67
(1) Pengawasan
Keimigrasian terhadap warga negara Indonesia dilaksanakan pada saat permohonan
Dokumen Perjalanan, keluar atau masuk, atau berada di luar Wilayah Indonesia
dilakukan dengan:
a. pengumpulan,
pengolahan, serta penyajian data dan informasi;
b. penyusunan
daftar nama warga negara Indonesia yang dikenai Pencegahan keluar Wilayah
Indonesia;
c. pemantauan
terhadap setiap warga negara Indonesia yang memohon dokumen perjalanan, keluar
atau masuk Wilayah Indonesia, dan yang berada di luar Wilayah Indonesia; dan
d. pengambilan
foto dan sidik jari.
(2) Hasil
pengawasan Keimigrasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan data
Keimigrasian yang dapat ditentukan sebagai data yang bersifat rahasia.
Pasal 68
(1) Pengawasan
Keimigrasian terhadap Orang Asing dilaksanakan pada saat permohonan Visa, masuk
atau keluar, dan pemberian Izin Tinggal dilakukan dengan:
a. pengumpulan,
pengolahan, serta penyajian data dan informasi;
b. penyusunan
daftar nama Orang Asing yang dikenai Penangkalan atau Pencegahan;
c. pengawasan
terhadap keberadaan dan kegiatan Orang Asing di Wilayah Indonesia;
d. pengambilan
foto dan sidik jari; dan
e. kegiatan
lain yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
(2) Hasil
pengawasan Keimigrasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan data
Keimigrasian yang dapat ditentukan sebagai data yang bersifat rahasia.
Terkait dengan peranan tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Pengaturan
terhadap orang yang masuk atau keluar wilayah Republik Indonesia
Di dalam
pengaturan tersebut berlaku ketentuan dan peraturan keimigrasian Indonesia, di
antaranya:
- Setiap
orang yang masuk dan keluar wilayah negara RI adalah sah apabila mendapat izin
masuk atau izin keluar dari Pejabat Imigrasi yang bertugas melakukan pemeriksaan
di tempat pemeriksaan imigrasi;
- Setiap
orang yang masuk atau keluar wilayah negara RI harus mempunyai dokumen
perjalanan atas namanya yang sah dan berlaku;
- Pejabat
imigrasi berwenang memeriksa setiap orang yang masuk atau keluar wilayah RI;
- Dan
sebagainya.
Dalam pelaksanaan tugas pengaturan
terhadap orang yang masuk dan keluar wilayah negara RI, seorang pejabat
Imigrasi dituntut memiliki sense of security-nya (rasa sadar kemananan)
dikarenakan ketentuan-ketentuan keimigrasian sebagaimana tersebut di atas dalah
merupakan tantangan yang harus dijawab sebagai aparatur yang ikut menjamin
ketentraman dan keamanan nasional.
Seorang pejabat imigrasi harus yakin
sesungguh-sungguhnya bahwa izin masuk atau keluar wilayah negara RI yang
diberikan kepada seseorang di samping segala ketentuan atau persyaratan formal
telah terpenuhi namun peranan intelijen dan sekuritilah yang paling menentukan,
karena setiap orang yang masuk wilayah RI ada yang beritikad baik dan ada pula
yang beritikad buruk.
Untuk melaksanakan kegiatan
protektif dan preventif tersebut di atas seorang pejabat imigrasi berperan
dalam mewujudkan sekuriti keimigrasian berupa:
- Memperhatikan
dengan cepat dan cermat apakah pemegang dokumen perjalanan yang foto nya
tertera di dalamnya adalah benar si pemegang sendiri atau bukan;
- Memperhatikan
dengan cepat dan cermat apakah ada coretan-coretan/tanda hapusan pada jati diri
di dalam pasor yang bersangkutan;
- Melakukan
dialog singkat untuk meyakinkan apakah memang nama yang bersangkutan sesuai
dengan nama yang tertera dalam paspor;
- Memeriksa
daftar cegah dan tangkal, apakah yang bersangkutan termasuk orang-orang yang
tidak diizinkan masuk atau keluar wilayah negara RI;
- Memperhatikan
dengan cepat dan cermat berlakunya dokumen perjalanan visa yang dipergunakan;
- Dan
sebagainya.
b. Pengawasan
keberadaan dan kegiatan orang asing di Indonesia
- Setiap
orang asing yang berada di wilayah negara RI harus memiliki izin tinggal
berkunjung atau berdiam sementara atau berdiam atas namanya yang sah dan
berlaku;
- Izin
tinggal berakhir apabila orang asing keluar dari Indonesia, kecuali memiliki
izin kembali atas namanya yang sah dan berlaku;
- Setiap
orang asing yang berada di Indonesia, diwajibkan memberikan segala keterangan
dan bantuan untuk mengenal diri dan anggota keluarganya serta
perubahan-perubahannya. Kewajiban ini dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 71 UU
No. 6 Tahun 2011 yang menentukan setiap orang asing yang berada di wilayah
Indonesia wajib memberikan segala keterangan yang diperlukan mengenai identitas
diri dan/atau keluarganya serta melaporkan setiap perubahan status sipil,
kewarganegaraan, pekerjaan, penjamin atau perubahan alamatnya dan
memperlihatkan dan menyerahkan dokumen perjalanan atau izin tinggal yang
dimilikinya apabila diminta oleh pejabat imigrasi yang bertugas dalam rangka
pengawasan keimigrasian.
- Setiap
orang atau badan organisasi kemasyarakatan yang mengetahui keberadaan dan/atau
kegiatan orang asing yang patut dicurigai, harus memberitahukan kepada pejabat
imigrasi atau pejabat lain yang berwenang
Dalam pelaksanaan tugas pengawasan
keberadaan dan kegiatan orang asing di Indonesia, seorang pejabat Imigrasi
dituntut pula memiliki sense of security dimana ia harus yakin
sepenuhnya bahwa keberadaan dan kegiatan orang asing di Indonesia telah sesuai
dengan maksud dan tujuan kedatangannya ke Indonesia serta tidak melakukan
penyimpangan, penyalahgunaan dan pelanggaran keimigrasian yang dapat mengganggu
ketertiban dan keamanan nasional.
Lebih lanjut dalam melaksanakan Pasal 67 dan 68 UU No. 6 Tahun 2011
tersebut, kemudian diatur perihal kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap
Pejabat Imigrasi atau pejabat lain yang ditunjuk (vide Pasal 70 UU No. 6
Tahun 2011), yaitu:
Pasal 70
(1) Pejabat Imigrasi atau yang ditunjuk dalam rangka pengawasan
Keimigrasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 dan Pasal 68 wajib melakukan:
a. pengumpulan data pelayanan Keimigrasian, baik warga negara
Indonesia maupun warga negara asing;
b. pengumpulan data lalu lintas, baik warga negara Indonesia maupun
warga negara asing yang masuk atau keluar Wilayah Indonesia;
c. pengumpulan data warga negara asing yang telah mendapatkan
keputusan pendetensian, baik di Ruang Detensi Imigrasi di Kantor Imigrasi
maupun di Rumah Detensi Imigrasi; dan
d. pengumpulan data warga negara asing yang dalam proses penindakan
Keimigrasian.online.com
(2) Pengumpulan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
dengan memasukkan data pada Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian yang
dibangun dan dikembangkan oleh Direktorat Jenderal
Kewajiban tersebut di atas merupakan pengejewantahan dari
pengawasan keimgrasian yang berbasis sekuriti dan intelijen keimigrasian.
Pejabat Imigrasi yang ditugaskan melakukan pengawasan keimigrasian harus
memiliki dasar sekuriti dan intelijen keimigrasia yang kuat. Prinsip-prinsip
ini harus dilakukan mengingat tugas dan fungsi Imigrasi sebagai penjaga pintu
gerbang negara yang rentan akan ancaman dari subjek asing ataupun domestik.
C. Intelijen
Keimigrasian dalam Pengawasan Keimigrasian
Intelijen keimigrasian adalah setiap usaha dan upaya penyelidikan
dan pengamanan untuk melaksanakan ketentuan dan peraturan keimigrasian
berdasarkan fungsi keimigrasian sebagaimana yang diatur dalam UU No. 6 Tahun
2011.
Telah disebutkan sebelumnya, pengawasan keimigrasian yang merupakan
bagian dari intelijen keimigrasian dilakukan oleh Menteri Hukum dan HAM RI.
Pendelegasian kewenangan tersebut kemudian dilaksanakan oleh Direktorat
Jenderal Imigrasi cq. Direktorat Intelijen Keimigrasian sebagai lembaga
yang menangani persoalan pengawasan keimigrasian di tingkat pusat (tataran
kebijakan). Sebagai pelaksana di lapangan menjadi wewenang dari setiap Pejabat
Imigrasi untuk melakukan fungsi intelijen keimigrasian (vide Pasal 66
ayat (1) jo. Pasal 74 ayat 1 UU
NO. 6 Tahun 2011).
C. 1 Batasan Intelijen Keimigrasian
Batasan intelijen Keimigrasian berupa usaha dan upaya penyelidikan
dan pengamanan keimigrasian. Sebagai aparatur pelayanan masyarakat, Direktorat
Jenderal Imigrasi di dalam melaksanakan usaha dan upaya penyelidikan untuk
pengamanan ketentuan dan peraturan keimigrasian, mencatat, merekam, dan
mengumpulkan semua data dan informasi setiap orang yang diberikan perizinan
keimigrasian.
Usaha dan upaya penyelidikan ialah setiap usaha pekerjaan,
tindakan, dan kegiatan untuk mengumpulkan semua data dan informasi yang
berhubungan dengan pengawasan pelaksanaan ketentuan dan peraturan keimigrasian.
Uraian batasan ini kemudian dapat dilihat dalam Pasal 74 ayat (2)
UU No 6 Tahun 2011 yang menyatakan dalam rangka melaksanakan fungsi Intelijen
Keimigrasian, Pejabat Imigrasi melakukan penyelidikan Keimigrasian dan
pengamanan Keimigrasian serta berwenang:
a. mendapatkan
keterangan dari masyarakat atau instansi pemerintah;
b. mendatangi
tempat atau bangunan yang diduga dapat ditemukan bahan keterangan mengenai keberadaan
dan kegiatan Orang Asing;
c. melakukan
operasi Intelijen Keimigrasian; atau
d. melakukan
pengamanan terhadap data dan informasi Keimigrasian serta pengamanan pelaksanaan
tugas Keimigrasian.
C. 2 Ruang Lingkup Intelijen Keimigrasian
Terkait dengan pengumpulkan data dan informasi sebagaimana tersebut
dalam Pasal 74 ayat (2) huruf a dan b, dapat dilakukan melalui dua cara yaitu:
- Terbuka,
yaitu secara rutin melakukan pengumpulan informasi dan catatan, rekaman data setiap
orang yang telah diberikan perizinan keimigrasian;
- Tertutup,
yaitu secara sekuriti keimigrasian atau kontra intelijen.
Kegiatan intelijen keimigrasian (pengawasan keimigrasian) dimaksud
dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Terbuka:
1) Rutin
(terus-menerus):
a) Pengumpulan
informasi (information collection / gathering);
b) Penyelidikan
(intelligence).
Kegiatan intelijen secara terbuka dapat dilihat dari ketentuan
Pasal 72 UU No. 6 Tahun 2011 yang menyatakan bahwa setiap Pejabat Imigrasi yang
bertugas dapat meminta keterangan dan informasi kepada setiap orang yang
memberi penginapan kepada orang asing tersebut. selain itu juga, pemilik atau
pengurus penginapan berkewajiban memberikan data mengenai orang asing yang
menginap apabila diminta oleh Pejabat Imigrasi yang bertugas.
2) Operasional
(khusus)
a) Propaganda;
b) Perang
urat syaraf (phsychological wargace, psywar).
b. Tertutup:
1) Rutin
(terus-menerus)
a) spionase
berjangka panjang;
b) spionase
berjangka pendek.
2) Operasional
(khusus)
a) Desas
Desus;
b) Sabotase;
c)
Teror;
d)
Subversi;
e)
Insurjensi.
Kegiatan intelijen keimigrasian
secara tertutup ini diatur dalam 74 ayat (2) huruf c UU No. 6 Tahun 2011 yang
menyebutkan dalam rangka melaksanakan fungsi Intelijen Keimigrasian, Pejabat
Imigrasi melakukan penyelidikan Keimigrasian dan pengamanan Keimigrasian serta
berwenang melakukan operasi Intelijen Keimigrasian
Berdasarkan uraian di atas, maka ruang lingkup intelijen
keimigrasian yang dianut dalam hukum keimigrasian Indonesia sebagaimana diatur
dalam Bab VI UU No. 6 Tahun 2011 adalah berifat terbuka dan tertutup. Hal ini
menuntut agar setiap pejabat imigrasi yang melakukan intelijen keimigrasian
dapat melakukan kegiatan pengawasan keimigrasian secara optimal.
Namun kenyataannya dalam praktek, kegiatan intelijen keimigrasian
(pengawasan keimigrasian) hanya dilakukan secara terbuka (rutin). Pengawasan
hanya dilakukan ala kadarnya, sebatas mengumpulkan informasi dari pihak perusahaan
ataupun penginapan (hotel) dan pengecekan izin tinggalnya saja. Keengganan
pejabat imigrasi untuk melakukan operasi intelijen keimigrasian (vide Pasal
74 ayat 2 huruf c) tentu berkaitan dengan keterbatasan anggaran, sumber daya
manusia, dan minimnya pemahaman intelijen keimigrasian.
Pengawasan berbasis intelijen sangat diharapkan mengingat
intensitas lalu lintas masuk dan keluar wilayah Indonesia yang cukup tinggi.
Juga terkait dengan keberadaan pencari suaka dan pengungsi yang menjadikan
Indonesia sebagai negara transit, bahkan ke depannya dapat menjadi negara
tujuan pencari suaka. Oleh karenanya, operasi intelijen dalam kegiatan
pengawasan keimigrasian sangat berguna untuk sekuritas keimigrasian dari
ancaman pihak luar, atau propaganda pihak dalam sekalipun.
C. 3 Hakikat Intelijen Keimigrasian
a. Perlindungan
(hukum):
- Memberikan
perlindungan dan rasa aman baik kepada warga negara Indonesia maupun orang
asing yang berada di Indonesia;
- Mengayomi
warga negara Indonesia maupun orang asing dari segala ancaman dan gangguan;
- Segala
perlindungan dan pengayoman yang diberikan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
b. Pengamanan
(sekuriti):
- Ialah
setiap usaha, pekerjaan, tindakan, dan kegiatan yang bertujuan untuk mencegah
atau menggagalkan serta mengusut setiap penyimpangan, penyalahgunaan,
pelanggaran, dan kejahatan keimigrasian yang dilakukan baik oleh warga negara
Indonesia maupun orang asing;
- Pengamanan
yang disebut juga sebagai kontra intelijen dapat diartikan sebagai usaha,
pekerjaan, tindakan pengamanan yang ditujukan khusus terhadap kemungkinan
terjadinya penyimpangan, penyalahgunaan, pelanggaran dan kejahatan keimigrasian
sebagai akibat dari pada pelaksanaan fungsi intelijen negara lain yang
ditujukan dan merugikan Indonesia;
- Pengamanan
itu bersifat preventif yaitu usaha, pekerjaan, tindakan dan kegiatan yang
bertujuan untuk mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan berhasilnya
seseorang melakukan penyimpangan, penyaahgunaan, pelanggaran, dan kejahatan
keimigrasian.
c. Pelayanan
(kepentingan):
- Ialah
setiap usaha, pekerjaan, tindakan dan kegiatan yang bertujuan memberikan
bantuan kepentingan yang dibutuhkan oleh setiap orang terhaddap pelayanan jasa
keimigrasian;
- Memberikan
pelayanan yang baik untuk kepentingan perizinan keimigrasian, sehingga dengan
demikian akan dapat direkam semua data dan informasi atas diri setiap orang
guna kepentingan pengumpulan bahan keterangan bagi roda perputaran intelijen
keimigrasian;
- Data
dan informasi yang diperoleh di daam pelayanan pemberian suatu perzinan
keimigrasian adalah merupakan bahan baku yang harusnya akan diolah menjadi
suatu informasi guna kepentingan intelijen.
C. 4 Fungsi Intelijen Keimigrasian
Terkait dengan usaha preventif (pengawasan) penyelidikan dan
pengamanan:
- Ialah
segala usaha, pekerjaan, tindakan, dan kegiatan yang dilakukan secara berencana
dan terarah untuk memperoleh data dan informasi yang akan diolah menjadi
intelijen yang akan dijadikan sebagai dasar bertindak untuk pengamanan
ketentuan dan peraturan keimigrasian;
- Penyelenggaraan
fungsi intelijen keimigrasian berupa penyelidikan ini dapat dilakukan secara
terus menerus yaitu kegiatan rutin dan melakukan operasi intelijen untuk
sesuatu tujuan, waktu, pelaksanaan dan wilayah tertentu;
- Penyelidikan
ini dapat digolongkan kepada penyelidikan yang bertujuan memperoleh informasi
taktis yang dilakukan di suatu daerah tertentu yang diperkirakan akan terjadi
sesuatu (antisipasi);
- Penyelidikan
strategis adalah penyelidikan dalam keadaan damai maupun dalam keadaan (belum
terjadi sesuatu) yang dilakukan secara terus menerus untuk pengumpulan data dan
informasi sebagai bahan intelijen.
C. 5 Aspek Intelijen Keimigrasian: Strategis dan Taktis
a. Aspek
strategis
- Intelijen
strategis keimigrasian adalah intelijen keimigrasian yang bertujuan mencari
atau mengumpulkan semua bahan/aspek-aspek kehidupan suatu negara yang mencakup
komponen strategis seperti: ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya,
pertahanan, keamanan, geografis
- Data
strategis di dalam kaitannya dengan tugas pokok dan fungsi Direktorat Jenderal
Imigrasi yang menyangkut komponen-komponen tersebut diatas akan dianalisa untuk
mengetahui tentang kemampuan dan kerawanannya oleh Direktorat Intelijen
Keimigrasian;
- Dengan
demikian, Direktorat Jenderal Imigrasi cq. Direktorat Intelijen
Keimigrasian mendapat gambaran tentang kemungkinan mengambil kebijakan
keimigrasian dalam menghadapi warga negara dari negara tersebut bila
berkehendak mengunjungi atau berada di wilayah Indonesia atau sebaliknya bila
warga negara Indonesia yang akan keluar wilayah negara Indonesia;
- Oleh
karena itu kegiatan intelijen keimigrasian harus dapat pula mencari,
mengumpulkan dan mengolah semua data dan informasi tentang aspek strategis dari
suatu negara. Dengan demikian, Direktorat Jenderal Imigrasi di dalam
keikutsertaannya menjamin ketentraman dan keamanan nasional dapat memberikan
data dan informasi untuk menghadapi negara tersebut dalam usaha menyingkirkan
ancaman atau hambatan bagi pencapaian tujuan nasional;
- Pejabat
imigrasi yang ditempatkan sebagai Atase Imigrasi di perwakilan negara RI di
luar negeri, maupun pejabat imigrasi yang bertugas di dalam negeri harus
melaksanakan intelijen strategis keimigrasian sesuai dengan kemampuannya untuk
kemudian menyampaikan data dan informasi yang diperoleh kepada Direktorat
Jenderal Imigrasi cq. Direktorat Intelijen Keimigrasian guna pengolahan
lebih lanjut.
b. Aspek
Taktis
- Intelijen
taktis keimigrasian adalah intelijen keimigrasian yang bertujuan mencari,
mengumpulkan semua bahan keterangan atau data informasi yang keumudian diolah
menjadi bahan intelijen untuk dipergunakan bagi kepentingan taktis;
- Intelijen
keimigrasian mencakup pengetahuan seperti pelabuhan udara, laut, pos lintas
batas, sebagai tempat pemeriksaan Imigrasi terhadap orang yang masuk atau
keluar wilayah Indonesia yang biasanya diklasifikasikan dalam beberapa komponen
taktis sebagai berikut ini: keadaan medan, keadaan arus, keadaan penumpang,
keadaan petugas, ipoleksosbud terbatas;
- Data
dan informasi taktis yang ingin diketahui di dalam hubungannya dengan tugas
pokok dan fungsi serta peranan Direktorat Jenderal Imigrasi cq.
Direktorat Intelijen Keimigrasian yang menyangkut komponen-komponen sebagaimana
tersebut diatas akan dianalisa dan diolah untuk kemudian ditarik kesimpulan
tentang kemampuan dan kerawanannya;
- Aspek
taktis lain di dalam pelaksanaan intelijen keimigrasian mencakup pengetahuan
tentang wilayah perbatasan sebagai daerah lintas batas dan untuk pelaksanaan
teknis sebagai tempat pemberian perizinan;
- Oleh
sebab itu, intelijen taktis keimigrasian harus dapat pula mencari, mengumpulkan
dan mengolah semua data dan informasi atau bahan keterangan tentang aspek
taktis dengan segala komponennya dari suatu tempat pelaksanaan tugas, sehingga
Direktorat Jenderal Imigrasi di dalam memainkan peranan fungsi keimigrasiannya
dapat mengatasi dan menyingkirkan segala ancaman, hambatan, tantangan, dan
gangguan baik dari luar maupun dari dalam;
- Setiap
pejabat imigrasi yang ditempatkan di lapangan, baik sebagai pejabat pendaratan,
pejabat lintas batas, ataupun pejabat pemberi perizinan keimigrasian harus
dapat melaksanakan intelijen taktis keimigrasian ini sesuai dengan kemampuan
untuk kemudian menyampaikan segala bahan keterangan atas data dan informasi
tentang aspek-aspek taktis kepada Direktorat Jenderal Imigrasi cq.
Direktorat Intelijen Keimigrasian guna pengolahan lebih lanjut sebagai bahan
intelijen.
C. 5 Intelijen Keimigrasian dalam Pengawasan Orang Asing
Fatanya, pengawasan terhadap orang asing perlu lebih
ditingkatkan sejalan dengan meningkatnya kejahatan internasional atau tindak
pidana transnasional, seperti perdagangan orang, Penyelundupan Manusia, dan
tindak pidana narkotika yang banyak dilakukan oleh sindikat kejahatan
internasional yang terorganisasi.[2]
Pengawasan terhadap orang asing tidak hanya dilakukan pada saat mereka masuk, tetapi juga selama mereka berada di Wilayah Indonesia, termasuk kegiatannya. Pengawasan keimigrasian haruslah berbasis intelijen keimigrasian yang mencakup penegakan hukum Keimigrasian, baik yang bersifat administratif maupun tindak pidana Keimigrasian.
Pengawasan terhadap orang asing tidak hanya dilakukan pada saat mereka masuk, tetapi juga selama mereka berada di Wilayah Indonesia, termasuk kegiatannya. Pengawasan keimigrasian haruslah berbasis intelijen keimigrasian yang mencakup penegakan hukum Keimigrasian, baik yang bersifat administratif maupun tindak pidana Keimigrasian.
Kepentingan nasional adalah kepentingan seluruh rakyat
Indonesia sehingga pengawasan terhadap orang asing memerlukan juga partisipasi
masyarakat untuk melaporkan orang asing yang diketahui atau diduga berada di
wilayah Indonesia secara tidak sah atau menyalahgunakan perizinan di bidang keimigrasian.
Berdasarkan kebijakan selektif (selective policy)
yang menjunjung tinggi nilai hak asasi manusia, diatur masuknya orang asing ke
dalam wilayah Indonesia, demikian pula bagi orang asing yang memperoleh Izin
Tinggal di wilayah Indonesia harus sesuai dengan maksud dan tujuannya berada di
Indonesia. Dalam rangka melindungi kepentingan nasional, hanya orang asing yang
memberikan manfaat serta tidak membahayakan keamanan dan ketertiban umum
diperbolehkan masuk dan berada di wilayah Indonesia.
Dari uraian diatas, dipahami bahwa eksistensi intelijen
keimigrasian dalam setiap kegiatan pengawasan keimigrasian (orang asing) memang
sangat dibutuhkan. Urgensi atas perlunya intelijen keimigrasian adalah untuk
menjamin agar pengawasan keimigrasian (orang asing) dapat berjalan dengan baik,
sehingga negara Indonesia terhindar dari ancaman subjek asing atau domestik
yang dapat mengganggu stabilitas kedaulatan negara.
C. 6 Doktrin Intelijen Keimigrasian dalam Pengawasan Keimigrasian
Telah diuraikan sebelumnya, pengawasan keimigrasian merupakan
sub-sistem dari intelijen keimigrasian. Sehingga konkritisasi pemikiran yang
didapat adalah dalam setiap melakukan pengawasan keimigrasian, harus
berlandaskan pada konsep intelijen keimigrasian itu sendiri. Relasi antara
pelaksanaan kegiatan pengawasan keimigrasian dengan intelijen keimigrasian ini
lah yang dikenal sebagai Doktrin Intelijen Keimigrasian.
Doktrin intelijen keimigrasian adalah suatu prinsip/kebijakan
intelijen yang mendasari tugas, fungsi, dan peranan keimigrasian. Pengertian
(doktrin) intelijen keimigrasian harus diartikan sebagai setiap upaya dan
kegiatan intelijen di bidang manajemen maupun operasional keimigrasian. Dalam
bahasa lain, kegiatan intelijen keimigrasian merupakan suatu ilmu terapan (applied
science) yang dikaitkan dengan asas fungsi imigrasi serta sikap dan
perilaku petugas imigrasi (attitude and behaviour) terhadap subjek asing
maupun domestik yang memerlukan pelayanan keimigrasian.
Berikut relasi antara doktrin intelijen keimigrasian terhadap catur
fungsi imigrasi Indonesia:
1. Sebagai
aparatur pelayanan masyarakat di bidang keimigrasian dituntut untuk melakukan
tindak pengawasan baik secara internal maupun eksternal agar setiap ketentuan
dan peraturan keimigrasian dapat terlaksana dengan tertib dan tidak menimbulkan
keresahan masyarakat yang memerlukan pelayanan keimigrasian;
2. Sebagai
aparatur penegak hukum di bidang keimigrasian dituntut adanya asas
perlindungan, yaitu mampu memberikan perlindungan hukum bagi mereka yang benar
dan sebaliknya dalam rangka penegakan hukum berani menindak oknum asing maupun
domestik yang membahayakan sekuriti nasional;
3. Sebagai
aparatur sekuriti (keamanan) di bidang keimigrasian dituntut memiliki rasa
kewaspadaan yang tinggi dalam rangka mengamankan setiap peraturan dan ketentuan
keimigrasian terhadap setiap ancaman yang datang dari dalam maupun dari luar
(oknum asing maupun domestik);
4. Sebagai
aparatur fasilitator pembangunan kesejahteraan masyarakat di bidang
keimigrasian dituntut memberi peran aktif dalam pembangunan negara dengan
memberikan izin masuk dan keluar orang asing yang membawa kemanfaatan bagi
Indonesia beradasarkan asas kebijakan selektif (selective policy principle).
Berdasarkan uraian di atas jelas bahwa konsep dasar doktrin
inteleijen keimigrasian merupakan rumusan yang tidak terpisahkan dari catur
fungsi imigrasi. Sehubungan dengan itu maka, konsep dasar doktrin intelijen
keimigrasian mengarah pada pemikiran penerapan asas perlindungan (dung),
pengamanan (man), dan pengawasan (was), sepanjang menyangkut sekuriti ditinjau
dari aspek manajemen.
Sedangkan untuk penerapan doktrin intelijen keimigrasian ditinjau
dari aspek operasional, perlu dikembangkan dasar operasi penyelidikan (lid),
penyidikan (idik), dan penindakan (dak). Konsep dasar dokrtin intelijen
keimigrasian yang sekaligus inheren dengan sekuriti keimigrasian mengandung
unsur kemungkinan (probablility), kepastian (certainity), dan penghukuman
(punishment) yang dilaksanakan secara stimultan dalam menghadapi hakikat
ancaman, tantangan, dan kendala di bidang pengawasan keimigrasian sebagaimana
diatur dalam Bab VI UU No. 6 Tahun 2011.
Kesimpulan
Bab VI UU No. 6 Tahun 2011 Bab VI UU No. 6 Tahun 2011 yang mengatur
perihal Pengawasan Keimigrasian terdiri dari Bagian Kesatu (Umum) dan Bagian
Kedua (Intelijen Keimigrasian). Pada bab ini tercermin adanya unsur sekuriti
dan intelijen keimigrasian dalam setiap kegiatan pengawasan keimigrasian.
Pengawasan tersebut meliputi: (i) warga negara Indonesia yang memohon dokumen
perjalanan keluar atau masuk Wilayah Indonesia, dan yang berada di luar Wilayah
Indonesia; dan (ii) pengawasan terhadap lalu lintas Orang Asing yang masuk atau
keluar Wilayah Indonesia serta pengawasan terhadap keberadaan dan kegiatan
Orang Asing di Wilayah Indonesia.
Pengawasan keimigrasian merupakan sub-sistem dari sekuriti dan
intelijen keimigrasian. Eksistensi keduanya tidak dapat dipisahkan satu sama
lain. Pengawasan keimigrasian yang baik haruslah memuat dan melaksanakan konsep
sekuriti dan intelijen secara holisitik.
Direktorat Jenderal Imigrasi sebagai penjaga pintu gerbang negara
dalam pelaksanaan tugasnya harus memperkirakan dan memperhitungkan hakikat
ancaman yang setiap saat dapat terjadi. Lebih spesifik bagi Direktorat
Intelijen Keimigrasian yang merupakan Unit Eselon I di bidang pengawasan
keimigrasian, memiliki peran penting dalam sisi intelijen keimigrasian baik itu
pada level pusat (kebijakan) hingga ke daerah (teknis). Kebijakan-kebijakan
pengawasan keimigrasian yang dikeluarkan harus berorientasi pada sekuriti dan
intelijen keimigrasian, yang tujuan akhirnya tentu menjamin keutuhan dan
kedaulatan negara dari ancaman pihak asing dan domestik.
Bahan Bacaan
Buku-Buku
Ajat Sudrajat Havis, 2008, Formalitas Keimigrasian:
Perspektif Sejarah, Jakarta Direktorat Jenderal Imigrasi Departemen Hukum dan
HAM RI
John Sarodja Saleh, 2008, Sekuriti dan Intelijen
Keimigrasian: Perspektif Lalu Lintas Antar Negara, Jakarta: Direktorat Jenderal
Imigrasi Departemen Hukum dan HAM RI
Sihar Sihombing, 2013, Hukum Keimigrasian dalam Hukum
Indonesia, Bandung: Nuansa Aulia
Peraturan
Perundang-Undangan
UU No. 6 Tahun
2011 tentang Keimigrasian
PP No. 31 Tahun
2013 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian
Muara Enim, September 2014
M. Alvi Syahrin
[1] Teknik penguraian dalam tulisan ini menggunakan logika berpikir
aduktif (aductive). Maksudnya penalaran yang menggabungkan berpikir
induktif (inductive) dan deduktf (deductive). Proses yang terjadi
dalam berpikir aduktif adalah abstraksi (hukum), nilai, asas hukum, konsep, dan
norma hukum yang dirumuskan secara umum dalam aturan-aturan hukum positif.
Kemudian dikonkritisasi (dijabarkan) dan diterapkan guna penyelesaian persoalan
hukum konkrit yang dihadapi, begitu juga seterusnya secara bolak-balik dalam
proses aduksi.
[2] Para pelaku kejahatan tersebut ternyata
tidak dapat dipidana berdasarkan Undang-Undang Keimigrasian yang lama karena
Undang- Undang Nomor 9 Tahun 1992 tidak mengatur ancaman pidana bagi orang yang
mengorganisasi kejahatan internasional. Mereka yang dapat dipidana berdasarkan
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 adalah mereka yang diorganisasi sebagai korban
untuk masuk Wilayah Indonesia secara tidak sah.
No comments:
Post a Comment