Tuesday, March 7, 2017

OPINI: PEMBENTUKAN KANTOR IMIGRASI BERDASARKAN FUNGSI PELAYANAN DAN WASDAKIM


Pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Asean dan Kebijakan Bebas Visa Kunjungan oleh pemerintah bagi orang asing yang masuk ke wilayah Indonesia telah meningkatkan jumlah orang asing di Indonesia. Jumlah ini terus meningkat tajam tiap tahunnya dan cenderung tidak terawasi. Banyaknya orang asing tersebut tentunya ada yang berdampak positif maupun berdampak negatif, sehingga pengawasan terhadap mereka harus lebih ditingkatkan.
 
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian dijelaskan bahwa tugas pengawasan terhadap orang asing di wilayah Indonesia merupakan tugas Direktorat Jenderal Imigrasi. Meningkatnya jumlah orang asing yang berada dan melakukan kegiatan di Indonesia menjadi tugas yang sangat berat. Di saat tuntutan terhadap pelayanan keimigrasian menjadi sorotan, Direktorat Jenderal Imigrasi juga harus mengutamakan aspek pengawasan dan penegakan hukum bagi orang asing yang diduga ataupun yang melakukan pelanggaran keimigrasian. Minimnya kuantias dan kualitas sumber daya manusia, serta struktur organisasi Kantor Imigrasi yang belum optimal juga menjadi penghamat efektifitas pengawasan terhadap orang asing.

Direktorat Jenderal Imigrasi sangat mendukung kebijakan pemerintah, sambil terus melakukan inovasi agar pengawasan orang asing dapat dilaksanakan secara maksimal. Salah satunya dengan cara membentuk Kantor Imigrasi berdasarkan fungsi pelayanan serta pengawasan dan penindakan keimigrasian (wasdakim).

I. Persoalan
Pasca diberlakukannya paket kebijakan pro investasi, meningkatknya keberadaan orang asing di Indonesia telah menimbulkan dampak multidimensional. Fungsi pengawasan kini menjadi prioritas pemerintah. Badan Pusat Statistik dalam situs resminya www.bps.go.id, melansir kedatangan wisatawan mancanegara yang melalui pintu masuk selama Tahun 2016 mencapai 10.707.050 orang. Meningkat sekitar sepuluh persen bila dibanding Tahun 2015 yang mencapai 9.729.350 orang. Jumlah tersebut diperkiraan akan terus meningkat di Tahun 2017 mengingat masih terus diberlakukannya kebijakan BVK.

Minimnya kualitas dan kuantitas petugas imigrasi, khususnya di bidang wasdakim menjadi persoalan serius. Belum lagi struktur organisasi Kantor Imigrasi yang masih menggabungkan antara fungsi pelayanan keimigrasian dan wasdakim. Beban kerja yang tidak berimbang, karena minimnya jumlah petugas akan mempengaruhi kinerja pengawasan. Sejauh ini Direktorat Jenderal Imigrasi hanya memiliki 125 Kantor Imigrasi yang tersebar di seluruh Indonesia. Jumlah tersebut masih minim bila harus dibagi fungsi antara pelayanan dan wasdakim. Sehingga dalam praktiknya pengawasan menjadi tidak optimal. Sebagai contoh, anggap saja petugas seksi wasdakim di setiap Kantor Imigrasi paling banyak berjumlah dua puluh orang. Bila dibandingkan dengan jumlah orang asing di Indonesia yang mencapai angka sepuluh juta orang, maka perbandingan antara pertugas wasdakim dan orang asing yang harus diawasi adalah 1 :  500.000. Rasio yang sangat tidak berimbang.

Belum lagi dugaan terjadinya penyalahgunaan wewenang yang dilakukan petugas di dalam satu Kantor Imigrasi. Misalnya, satu orang melakukan fungsi pelayanan, dan ia juga yang harus melakukan fungsi pengawasan. Sangat rentan adanya mal-administrasi di sana. Oleh karenanya, perlu adanya kontrol untuk memisahkan fungsi pelayanan dan wasdakim.

II. Pra Anggapan
Pemisahan fungsi pelayanan serta pengawasan dan penindakan keimigrasian dalam satu Kantor Imigrasi dapat menjadi solusi meningkatkan fungsi pengawasan di tengah meningkatnya keberadaan orang asing di Indonesia. Peran pengawasan saat ini harus menjadi prioritas dan harus dipisahkan dari fungsi pelayanan. Hal ini bertujuan agar setiap Kantor Imigrasi dapat fokus pada tugas dan fungsi nya masing-masing tanpa harus tumpang tindih kewenangan.

III. Fakta yang Mempengaruhi
  1. Meningkatnya keberadaan orang asing di Indonesia pasca diberlakukannya paket kebijakan pro investasi oleh pemerintah; 
  2. Jumlah Kantor Imigrasi yang masih sedikit bila dibandingkan dengan keberadaan orang asing di Indonesia;
  3. Beban kerja yang tidak berimbang bila satu Kantor Imigrasi harus membagi fungsinya yang menyebabkan fungsi pengawasan menjadi tidak maksimal;
  4. Minimnya personil di Seksi Wasdakim sehingga menyulitkan dalam melakukan pengawasan; 
  5. Sebaran personil Seksi Wasdakim yang tidak merata di setiap daerah;
  6.  Dugaaan penyalahgunaan wewenang antar petugas di dalam satu Kantor Imigrasi. Satu petugas dapat melakukan pelayanan, di sisi lain dapat pula melakukan pengawasan. Sehingga tidak ada kontrol atas kewenangan tersebut;
IV. Analisis

Pemisahan Kewenangan
  1. Lord Acton, politikus dari Inggris, menyatakan: “Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely. Great men are almost always bad men.” Ungkapan tersebut mengandung makna bahwa kekuasaan yang besar akan cenderung menghasilkan perilaku koruptif yang besar dan pria memiliki kekuasaan besar hampir selalu orang jahat; 
  2. Terkait dengan fungsi keimigrasian di bidang penegakan hukum, maka urgensi pemisahan kewenangan fungsi pelayanan danwasdakim menjadi suatu keharusan; 
  3. Tidak dipisahkannya kewenangan pelayanan dan wasdakim, tentu akan berpotensi menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power)[1] oleh petugas imigrasi. Kegiatan pelayanan harus dipisahkan dengan wadakim agar semua fungsi dapat fokus pada apa yang harus dilakukan; 
  4. Dalam teori pemisahan kewenangan, perlu adanya pemisahan kewenangan yang dilakukan oleh penyelenggara pemeritahan agar dalam melakukan tindakan administratif tidak terjadi penyalahgunaan wewenang. Oleh karenanya, agar tidak menimbulkan  penyalahgunaan kewenangan oleh petugas, maka perlu dilakukan pemisahan fungsi pelayanan dan wasdakim; 
  5. Perwujudan pemisahan fungsi pelayanan dan wasdakim, akan menciptakan konsep kontrol keseimbangan (check and balances) dalam pelaksanaan fungsi keimigrasian secara holistik. Apabila kewenangan yang besar (pengawasan dan penindakan keimigrasian) hanya dilakukan oleh satu Kantor Imigrasi, maka berpotensi menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan oleh petugas di dalamnya; 
  6. Pemisahan fungsi ini akan berdampak pada pembentukan konsep baru Kantor Imigrasi berdasarkan basis fungsi nya masing-masing. Sehingga distribusi petugas menjadi lebih merata dan fungsi pengawasan dapat menjadi prioritas; 
  7. Usaha pemisahan kewenangan ini, pada akhirnya bertujuan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas dari KKN sebagaimana tersebut dalam UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaran Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Perbandingan dengan Negara Lain:
  1. Yang perlu diperhatikan, sebagian besar negara-negara di dunia tidak lagi menjadikan lembaga imigrasi sebagai Instansi yang menerbitkan paspor;
  2. Paspor China diterbitkan oleh Ministry of Foreign Afairs of the People’s Republic of China; 
  3. Paspor Korea diterbitkan oleh Ministry of Foreign Affairs and Trade; 
  4. Paspor Thailand dan Jepang diterbitkan oleh lembaga yang sama, yaitu Ministry of Foreign Affairs; 
  5. Paspor Singapura diterbitkan oleh Ministry of Home Affairs;
  6. Lain halnya di Indonesia, di mana Paspor RI diterbitkan oleh Kantor Imigrasi setempat;
  7. Di beberapa negara lain juga, dibedakan antara instansi yang menerbitkan paspor dan instansi yang memiliki tugas utama dalam pengamanan negara. Tidak disamakan seperti di Indonesia, yang semuanya dibawah naungan Direktorat Jenderal Imigrasi; 
  8. China memiliki lembaga National Immigration Agency of the Ministry of the Interior (NIA);Korea memiliki Korea Immigration Service, Australia memiliki Department of Immigration and Citizenship; 
  9. Inggris memiliki The United Kingdom Immigration Service; 
  10. Singapura memiliki Immigration & Checkpoint Authority (ICA).
V. Kesimpulan 
       Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka disimpulkan bahwa pembentukan Kantor Imigrasi atas fungsi pelayanan dan wasdakim sangatlah penting. Mengingat keberadaan orang asing yang terus meningkat, serta menghindari penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh petugas.

VI. Saran
Oleh karena itu, saya menyarankan agar dilakukan pemisahan fungsi dan membentuk Kantor Imigrasi berdasarkan fungsi pelayanan dan wasdakim. Diharapkan inovasi ini dapat direalisasikan dalam skala nasional secara bertahap. Sehingga pengawasan dan penindakan orang asing dapat berjalan dengan maksimal.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Orta yang Berlaku Saat Ini

Berdasarkan:
Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI
Nomor: M.14.PR.07.04 Tahun 2003

Struktur Kantor Imigrasi Kelas I
Masih mengabungkan antara Seksi Pelayanan dan Seksi Wasdakim
Konsep Pemisahan Fungsi:

Struktur Kantor Imigrasi Kelas I (Fungsi Pelayanan Keimigrasian)
 

Struktur Kantor Imigrasi Kelas I (Fungsi Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian)

[1] Dalam terminologi lain dikenal istilah detournemeint de povoir / excess de povouir, yang berarti penyalahgunaan wewenang.

Depok, Maret 2017
M. Alvi Syahrin

13 comments:

  1. Opini yang menarik untk dikaji,karena defenisi keimigrasian yang tertuang dalam UU no. 6 tentang keimigrasian adalah hal ihwal tentang lalu lintas orang yang masuk atau keluar wilayah Indonesia serta pengawasannya dalam rangka menjaga tegaknya kedaulatan Negara.
    dari defenisi tersebut tugas fungsi Pokok keimigrasian yang berhubungan lalu litas orang yang masuk dan keluar wilayah Indonesia seharusnya berada pada Tempat pemeriksaan Imigrasi (TPI), Tusi Pokok berikutnya adalah pengawasan Keimigrasi yang dititikberatkan pada pengawasan Keberadaan Orang Asing di Wilayah Indonesia, tentu semua tusi bermuara pada penegakan hukum sebagai perwujudan kedaulatan negara
    kita tidak mendapatkan gambaran yang jelas dalam defenisi keimigrasian dalam UU Imigrasi yang berhubungan erat dengan Dokumen Keimigrasian (Paspor) walaupun Paspor adalah dokumen resmi yang sah untuk berlalu lintas antar negara, yang menarik kajiannya dalam pembuatan paspor adalah Paspor merupakan Dokumen turunan dari Dokumen Kependudukan seluruh muatan dari dokumen kependudukan yang sifatnya substantif juga di tuangkan dalam Paspor yang membedakan hanya masa berlaku, jadi tidak ada perbedaan mendasar atau tidak ada perbedaan substansial antara paspor dengan Dokumen kependudukan yang membedakan hanya fungsi 1 bisa digunakan di dalam negeri, 1 bisa digunakan di luar negeri, dalam beberapa diskusi selalu saya menyarankan agar Penerbitan paspor di lakukan di Dinas catatan Sipil dan Administrasi Kependudukan saja, itu lebih relevan., terimakasih.,

    ReplyDelete
    Replies
    1. Di beberapa negara, Otoritas Imigrasi hanya menjalankan fungsi pengawasan dan penegakan hukum keimigrasian. Fokusnya lebih kepada pengamanan dan perlindungan di wilayah perbatasan. Berbeda di Indonesia, yang masih menggabungkan fungsi pelayanan, penegakan hukum, dan pengamanan negara.

      Saya sepakat, kiranya penerbitan paspor harus dipisahkan dari fungsi Otoritas Imigrasi. Biarlah imigrasi kembali ke fitrahnya sebagai penjaga pintu gerbang negara. Namun yang menjadi catatan, paspor merupakan "Dokumen Negara" yang berbeda dengan dokumen lain, seperti KTP, Akta Lahir, dan sebagainya. Paspor bukanlah hak warga negara. Paspor dapat diberikan apabila benar persyaratannya dan jelas peruntukannya. Paspor tidak wajib. Berbeda dengan dokumen kependudukan yang lain, yang menjadi kewajiban setiap warga negara. Ini yang harus dipahami, sehingga tidak keliru dalam menerjemahkan paspor sebagai suatu entitas hukum.

      Semoga bermanfaat.

      Delete
    2. mungkin substansinya bukan pada paspor dalam konteks hak dan kewajiban atau dokumen negara atau bukan. akan tetapi penekanannya lebih pada efektifitas pelayanan, salah satu kelemahan hubungan negara dan warga negara adalah tidak ditemukannya dokumen kewarganegaraan yang membuktikan pengakuan negara terhadap warga negaranya, yang ada adalah dokumen kependudukan, sementara kependudukan dengan kewarganegaraan adalah 2 hal yang sangat jauh berbeda rujukan aturannya (undang-undangnya) pun berbeda, hal ini berimplikasi pada dokumen keimigrasian.

      jika kita ingin memposisikan paspor sebagai dokumen bukti kewarganegaraan di luar negeri maka seharusnnya paspor diturunkan dari dokumen bukti kewarganegaraan di dalam negeri dulu bukan dokumen kependudukan, nah ini yang tidak ada, jika dibandingkan dengan WNA yang menjadi WNI melalui proses pewarganegaraan, masih ditemukan dokumen bentuk pengakuan negara dan warga negara secara timbal balik yaitu melalui pengucapan sumpah dan keputusan presiden, keputusan presiden itulah menjadi bukti kewarganegaraan, sementara orang indonesia asli tidak ditemukan dokumen pengakuan negara tersebut yang ada adalah dokumen kependudukan.,

      mungkin dokumen kewarganegaraan yang perlu kita dorong untuk memperkuat kedudukan paspor sebagai dokumen negara atau bukti kewaraganegaraan di luar negeri.,

      tks

      Delete
    3. Anggaplah saya keliru, tapi selama negara ini berdiri, rasanya tidak ada dokumen kewarganegaraan bagi WNI. Lain halnya dengan WNA, dimana dulu kita mengenal adanya SBKRI yang sekarang telah dihapus. Atau dokumen kewarganegaraan lain yang sah menurut hukum bagi WNA yang menjadi WNI.

      Hemat saya, yang perlu diperbaiki adalah sistem kependudukan. Harus diingat, Paspor merupakan dokumen "hilir", dimana bila proses hulu nya bermasalah, akan berimbas pada proses hilir nya. Sepanjang KTP, akta kelahiran, buku nikah, dan sebagainya masih tumpang tindih identitas, maka akan mempengaruhi legitimasi Paspor.

      Delete
    4. Disitulah lemahnya kewarganegaraan kita, d dlm kepres ttg SKBRI d jelaskan bahwa kewarganegaraan bisa di buktikan dengan ktp, kk atau akta kelahiran, sementara tdk ada di dlm dokumen tersebut yg memenuhi unsur yg dipersyaratkan dlm uu kewarganegaraan, yg paling mendekati adalah akta kelahiran, krn unsur dominan yg hrs terpenuhi dlm uu kewarganegaraan adalah berdasarkan keturunan, sementara tdk ada penegasan kewarganegaraan orang tua dlm akta kelahiran, sehingga dokumen itu pun tdk terlalu kuat untk d jadikan bukti kewarganegaraan berdasarkan uu kewarganegaraan.

      upaya pembenahan data kependudukn kita sdh lbh maju dgn ktp elektronik n identitas tunggal, meskipun imigrasi lbh dahulu mengadopsi sistem ICAO yg skrg menimbulkan konflik data, tp mngkn dlm wktu dkt jika data kependudukan dan data keimigrasian di marge prsoalan ini akan selesai.,

      sy berpendapat bahwa dokumen bukti kewarganegaraan menjadi penting, jika ingin menjadikan dokumen kependudukan sebagai bukti dokumen kewarganegaraan maka uunya hrs d rubah., meakipun hal tersebut belum menunjukkan hubungan timbal balik antara negara dan warganegara tp paling tdk sdh bs memberikan kejelasan kewarganegaraan kita,

      Tks

      Delete
    5. Mungkin jg tdk ada pendapat yg salah pak alvi krn ini adalah ranah diskusi, tinggal butuh penajaman/pendalaman topik mungkin.,

      Delete
    6. Ini yang kita harapkan, penggunaan "Single ID" dalam setiap data kependudukan. Semoga ke depannya dapat diterapkan.

      Mengutip, pernyataan Lawrence M. Friedman dalam Teori Sistem Hukum, perlu ada kesinambungan antara Struktur Hukum, Substansi Hukum, dan Budaya Hukum. Perbaikan substansi hukum tanpa diiringi dua variabel lainnya, rasanya mustahil mengharapkan legalitas paspor yang ideal.

      Delete
  2. melihat struktur di kantor imigrasi... dan permenpan ttg jft analis dan pemeriksa keimigrasian... apa fungsi real dari mereka (analis dan pemeriksa keimigrasian).. ?

    apakah mereka harus menjadi pejabat imigrasi jg?
    karena di imigrasi ini agak unik... untuk menjadi PPNS Imigrasi "haruslah" menjadi pejabat imigrasi dulu...

    sedangkan syarat itu tidak ada dalam permenkumham no 5 tahun 2016.... apakah syarat "haruslah" menjadi pejabat imigrasi dulu tidak menjadi hambatan dalam pelaksanaan tugas wasdakim karena kekurangan penyidik...
    sehingga banyak pelanggar keimigrasian yang "hanya" diberikan tindakan keimigrasian.. bukan proses penegakan hukum pro justitia

    ReplyDelete
    Replies
    1. Idealnya, Pejabat Imigrasi lah yang harus dijadikan jabatan fungsional. Bukan malah melahirkan jabatan baru, yakni Analis Keimigrasian dan Pemeriksa Keimigrasian. Karena uraian tugas dalam dua jabatan tersebut juga merupakan tugas dari Pejabat Imigrasi.

      Oleh karenanya, hingga saat ini Pejabat Imigrasi tidak termasuk rumpun jabatan apapun dalam rezim kepegawaian saat ini. Pejabat Imigrasi tidak lebih sebatas "status" yang memberikan kewenangan melaksanakan UU No. 6 Tahun 2011 kepada seseorang yang telah mengikuti pendidikan khusus keimigrasian.

      Akibatnya secara hukum, kedudukan Pejabat Imigrasi menjadi perdebatan. Lahirnya dua jabatan fungsional tersebut tidak dapat menyelesaikan masalah.

      Praktiknya, untuk menduduki jabatan struktural di lingkungan Direktorat Jenderal Imigrasi haruslah berstatus sebagai Pejabat Imigrasi, bukan Analis dan Pemeriksa Keimigrasian. Begitu juga untuk menjadi PPNS Keimigrasian. Padahal dalam UU No. 6 Tahun 2011, pelaksana fungsi keimigrasian adalah Pejabat Imigrasi.

      Hemat saya, yang harus dijadikan jabatan fungsional adalah Pejabat Imigrasi nya, bukan malah melahirkan jabatan baru yang mengakibatkan resistensi pola karir di lingkungan Direktorat Jenderal Imigrasi.

      Delete
  3. Kantor imigrasi sekarang sudah bertambah menjadi 125 ya pak?

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya betul, sudah 125 Kantor Imigrasi.

      selengkapnya lihat: http://www.imigrasi.go.id/index.php/hubungi-kami/kantor-imigrasi

      Delete
  4. Maaf kak mau tanya. Berdasarkan uraian di atas, ide pemisahan fungsi itu sepertinya sangat baik jika diimplementasikan. Namun, ada tantangan/hambatan apa saja ya kak yg harus dihadapi jika ingin mewujudkan pemisahan fungsi tsb? Terima kasih

    ReplyDelete
    Replies
    1. Pendapat saya:
      - keinginan politik
      - resistensi pimpinan
      - anggaran
      - kuantitas petugas

      mungkin bisa ditambahkan?

      Delete