Terminologi Imigrasi
Imigrasi berasal dari bahasa
latin, yaitu “immigratio” yang
berarti perpindahan seseorang dari suatu negara menuju tempat atau negara lain.
Konferensi
internasional tentang emigrasi dan imigrasi, Tahun 1924 di Roma memberikan
definisi imigrasi sebagai suatu: “Human
mobility to enter a country with its purpose to make a living or for residence.”
(Gerak pindah manusia memasuki suatu negeri dengan niat untuk mencari nafkah
dan menetap disana)
Imigrasi dalam Apatisme
Peran dan fungsi keimigrasian
Indonesia saat ini berada di bawah kewenangan Direktorat Jenderal Imigrasi (Ditjen
Imigrasi). Ditjen Imigrasi sendiri berada dibawah Kementerian Hukum dan HAM RI,
yang keberadaannya sejajar dengan Unit Eselon I lainnya. Ditjen Imigrasi
menjadi instansi yang strategis terkait dengan tugas pokok dan fungsinya dalam
menjaga kedaulatan NKRI.
Sebagian besar dari penduduk
Indonesia tidak mengetahui tentang keberadaan Imigrasi. Bahkan tidak sedikit
dari pegawai imigrasi sendiri yang kurang memahami sejarah terbentuknya
Imigrasi, peran-peran Imigrasi dalam pembangunan dan NKRI, serta minimnya
pengetahuan tentang peran Imigrasi perbatasan.
Imigrasi dewasa ini telah terlena
dengan “kejayaan” masa lalu. Praktik-praktik KKN yang mengakar, menjadi suatu
hal yang lumrah di kala itu. Adanya praktik pungutan liar dalam penerbitan
paspor, dan lain sebagainya kiranya cukup menjadi bukti bahwa Imigrasi di masa
lalu berada di titik nadir yang mengkhawatirkan.
Bukan menjadi salahnya
masyarakat, bila Imigrasi dipandang sebelah mata. Ketidaktahuan masyarakat
bukannya tidak berdasar. Jangan salahkan pihak luar, apabila Imigrasi sendiri
tidak mau berbenah. Sudah menjadi rahasia umum, apabila aktivitas pelayanan
keimigrasian menjadi lahan basah bagi setiap pegawai Imigrasi. Tidak adanya
transparansi dalam penerbitan paspor, perpanjangan izin tinggal, bahkan
pengawasan dan penindakan keimigrasian yang hanya dapat “selesai ditempat”,
menjadi bukti bahwa Imigrasi telah gagal dalam menjalankan tugasnya. Ironis
sekali memang. Imigrasi seolah dilacurkan oleh internalnya sendiri. Pegawai
Imigrasi tidak mengerti betapa hebatnya wibawa Imigrasi. Tentunya hal ini berbeda
di negara lain (USA, England, Australia) yang sangat menghormati keberadaan
Imigrasi.
Pudarnya Wibawa Imigrasi
Bhumi Pura Wira Wibawa adalah semboyan dari Direktorat Imigrasi.
Dalam kalimat itu mengandung makna bahwa Imigrasi memiliki peran penting dalam
menjaga pintu gerbang masuk dan keluar wilayah NKRI. Imigrasi menjadi pihak
yang berwenang apakah seseorang itu dianggap cakap atau tidak untuk masuk dan
keluar dari wilayah Indonesia. Imigrasi jugalah yang berwenang untuk mengusir
(deportasi) warga negara asing (WNA) dari wilayah Indonesia apabila dianggap
telah melakukan pelanggaran berat administasi keimigrasian. Dalam tugas pokok
dan fungsi inilah maka Imigrasi menjadi lini terdepan dalam menjaga kedaulatan
NKRI.
Tapi sayang, tidak semua
masyarakat, bahkan pegawai Imigrasi menyadari hal ini. Imigrasi hanya
diidentikkan dengan penerbitan paspor. Tapi lebih dari itu, Imigrasi sejatinya adalah
instrumen legal dari pemerintah untuk menjaga kedaulatan NKRI, selain Tentara
Nasional Indonesia (TNI).
Melihat kekhawatiran tersebut,
dapat kita ambil contoh sebagai berikut. Untuk menjaga wilayah perbatasan
Indonesia misalnya, maka ada beberapa pihak yang terkait selain TNI yang
bertugas menjaga kedaulatan NKRI, diantaranya Imigrasi (Imigration – Kementerian Hukum dan Ham), Bea dan Cukai (Customs – Kementerian Keuangan), Karantina (Quarantine – Kementerian Kesehatan), serta pihak
Pemerintah Daerah setempat yang ditugaskan di daerah perbatasan. Dalam beberap
kasus tertentu, keberadaan pihak Imigrasi seakan tidak dianggap. Imigrasi hanya
diposisikan sebagai Instansi formalitas saja. Bahkan tidak jarang dalam
rapat-rapat tertentu, pihak Imigrasi hanya dipandang sebelah mata,atau bahkan
tidak diundang sama sekali.
Hal ini menjadi suatu pukulan
telak bagi Imigrasi sendiri untuk berbenah. Imigrasi jangan hanya menyalahkan
masyarakat, tapi sadarilah bahwa yang membuat wibawa Imigrasi turun, adalah
pegawai Imigrasi itu sendiri. Perubahan pola pikir menjadi hal yang penting,
agar Imigrasi dapat dihargai dan dihormati oleh masyarakat. Bagaimana mau
dihargai, kalau penerbitan paspor dapat diurus dengan prosedur kilat. Bagaimana
mau dihormati kalau dalam penerbitan paspor, masyarakat harus dipungut biaya
tinggi yang tidak sesuai dengan SOP. Sebagai instansi penghasil terbesar Penerimaan
Negara Bukan Pajak (PNBP) Kementerian, harusnya Imigrasi mengetahui posisi
strategis ini untuk berbenah.
Re-Orientasi Kebijakan Keimigrasian
Namun, di saat perkembangan zaman
menuntut reformasi birokrasi di segala lini, maka menjadi suatu keniscayaan
bagi Imigrasi untuk merestorasi dirinya menjadi lebih baik. Imigrasi dituntut
untuk lebih dekat dengan masyarakat dengan perbaikan dari segi pelayanan.
Adanya transparansi dan akuntabilitas proses tentunya menjadi hal mutak
diperlukan.
Oleh karenanya pada tahapan
inilah, maka Imigrasi wajib untuk merubah sistem pelayanan keimigrasian,
misalnya dalam penerbitan paspor. Terkait dengan reformasi tersebut ada 3
(tiga) kebijakan keimigrasian baru yang diharapkan dapat memulihkan kepercayaan
masyarakat kepada Imigrasi, yaitu Pertama,
penerbitan paspor tanpa tanda tangan pejabat yang mengeluarkan. Hal ini mengacu pada Standarisasi Fitur
Pelayanan Paspor, sebagai wujud percepatan pelayanan di bidang keimigrasian,
khususnya pelayanan paspor. Untuk paspor yang telah diterbitkan sebelumnya oleh
Kantor Imigrasi, dimana masih terdapat halaman tanda tangan pejabat yang
mengeluarkan dan sudah diterima pemohon, tetap dapat digunakan sebagai Dokumen
Perjalanan RI yang sah hingga masa berlakunya habis. Sedangkan untuk pemohon
yang pada saat ini mengajukan permohonan paspor di Kantor Imigrasi, maka akan
mendapatkan paspor baru dengan tidak ada lagi halaman tanda tangan pejabat yang
mengeluarkan. Kebijakan ini dikeluarkan, untuk meminimalisir terhambatnya
proses penerbitan paspor RI, apabila pejabat tersebut sedang tidak berada di
Kantor misalnya.
Kedua, adanya pelayanan penggantian paspor satu hari jadi. Hal itu
telah diujicobakan untuk Layanan Penggantian Paspor sejak bulan April 2013,
yang hingga saat ini hanya dapat dilakukan di dua Kantor Imigrasi Jakarta Pusat
dan Jakarta Barat. Di masa mendatang, pelayanan ini dapat diaplikasikan di
seluruh wilayah Kanim di Indonesia. Layanan
permohonan penggantian paspor satu hari jadi di kedua Kantor Imigrasi tersebut
saat ini sudah dapat dilakukan secara online
melalui website Ditjen Imigrasi di www.imigrasi.go.id.
Hal ini dilakukan sebagai upaya meningkatkan kemudahan pelayanan dan
meminimalisasi sejumlah hal yang dapat merugikan masyarakat.
Ketiga, terkait dengan pelaksanaan pembayaran pelayanan
keimigrasian melalui BNI (Bank Perspektif). Kebijakan ini dikeluarkan untuk mewujudkan
percepatan pelayanan keimigrasian dan memutus rantai pungutan liar yang kerap
terjadi. Pembayaran layanan keimigrasian melalui BNI telah dilaksanakan per 01
Oktober 2013 untuk layanan permohonan paspor terlebih dahulu. Secara bertahap
semua pembayaran Layanan Keimigrasian akan dilakukan melalui BNI. Mekanismenya
adalah pemohon paspor (Layanan Keimigrasian) sebelumnya membayar langsung ke
BNI dan akan mendapat voucher.
Selanjutnya, pemohon diminta datang datang ke Kantor Imigrasi dengan membawa voucher dan persyaratan yang ditentukan.
Diharapkan hal ini dapat mengurangi antrian tahapan pembayaran yang dilakukan
di Kantor Imigrasi oleh pemohon paspor. Namun sayangnya, tidak semua Kantor
Imigrasi dapat melaksanakan kebijakan ini, karena terkendala beragam faktor.
Wibawa Imigrasi adalah Wibawa Bangsa
Sejatinya, masih banyak
permasalahan dan perbaikan yang harus dilakukan oleh Ditjen Imigrasi, dalam
rangka mewujudkan Imigrasi menjadi Instansi yang bermartabat dan berwibawa. Selain
masalah pelayanan yang selalu menjadi sorotoan publik, tentunya pengingkatan
kinerja dalam rangka pengawasan dan penindakan orang asing juga menjadi
prioritas utama. Yang tak kalah pentingnya juga memaksimalkan pendayagunaan
peran inteligen keimigrasian dalam menjaga kedaulatan dan keutuhan NKRI. Tidak
sedikit orang asing yang masuk ke wilayah Indonesia, ternyata merupakan
mata-mata (spionase) dari negara lain.
Penguatan kebijakan selektif (selective
policy) kiranya dapat diterapkan secara utuh dalam konteks keimigrasian
dewasa ini.
Namun, dalam tulisan singkat ini,
kiranya dapat membuka mata kita semua bahwa ditengah ketidakpercayaan publik
terhadap Imigrasi, sesungguhnya Imigrasi tidak berdiam diri. Jadikanlah
Imigrasi menjadi mitra kerja pembangunan bangsa dan institusi penjaga
kedaulatan negara. Wibawa Imigrasi tentunya menjadi cerminan wibawa suatu
bangsa. Oleh karenanya, dibutuhkan peran serta masyarakat untuk mewujudkan
Imigrasi menjadi lebih baik. (ALVI)
Muara Enim, November 2013
M. Alvi Syahrin
No comments:
Post a Comment