Wednesday, November 13, 2013

MENGEMBALIKAN WIBAWA IMIGRASI

Terminologi Imigrasi
Imigrasi berasal dari bahasa latin, yaitu “immigratio” yang berarti perpindahan seseorang dari suatu negara menuju tempat atau negara lain. Konferensi internasional tentang emigrasi dan imigrasi, Tahun 1924 di Roma memberikan definisi imigrasi sebagai suatu: “Human mobility to enter a country with its purpose to make a living or for residence.” (Gerak pindah manusia memasuki suatu negeri dengan niat untuk mencari nafkah dan menetap disana)

Imigrasi dalam Apatisme
Peran dan fungsi keimigrasian Indonesia saat ini berada di bawah kewenangan Direktorat Jenderal Imigrasi (Ditjen Imigrasi). Ditjen Imigrasi sendiri berada dibawah Kementerian Hukum dan HAM RI, yang keberadaannya sejajar dengan Unit Eselon I lainnya. Ditjen Imigrasi menjadi instansi yang strategis terkait dengan tugas pokok dan fungsinya dalam menjaga kedaulatan NKRI.

Sebagian besar dari penduduk Indonesia tidak mengetahui tentang keberadaan Imigrasi. Bahkan tidak sedikit dari pegawai imigrasi sendiri yang kurang memahami sejarah terbentuknya Imigrasi, peran-peran Imigrasi dalam pembangunan dan NKRI, serta minimnya pengetahuan tentang peran Imigrasi perbatasan.

Imigrasi dewasa ini telah terlena dengan “kejayaan” masa lalu. Praktik-praktik KKN yang mengakar, menjadi suatu hal yang lumrah di kala itu. Adanya praktik pungutan liar dalam penerbitan paspor, dan lain sebagainya kiranya cukup menjadi bukti bahwa Imigrasi di masa lalu berada di titik nadir yang mengkhawatirkan. 

Bukan menjadi salahnya masyarakat, bila Imigrasi dipandang sebelah mata. Ketidaktahuan masyarakat bukannya tidak berdasar. Jangan salahkan pihak luar, apabila Imigrasi sendiri tidak mau berbenah. Sudah menjadi rahasia umum, apabila aktivitas pelayanan keimigrasian menjadi lahan basah bagi setiap pegawai Imigrasi. Tidak adanya transparansi dalam penerbitan paspor, perpanjangan izin tinggal, bahkan pengawasan dan penindakan keimigrasian yang hanya dapat “selesai ditempat”, menjadi bukti bahwa Imigrasi telah gagal dalam menjalankan tugasnya. Ironis sekali memang. Imigrasi seolah dilacurkan oleh internalnya sendiri. Pegawai Imigrasi tidak mengerti betapa hebatnya wibawa Imigrasi. Tentunya hal ini berbeda di negara lain (USA, England, Australia) yang sangat menghormati keberadaan Imigrasi.

Pudarnya Wibawa Imigrasi
Bhumi Pura Wira Wibawa adalah semboyan dari Direktorat Imigrasi. Dalam kalimat itu mengandung makna bahwa Imigrasi memiliki peran penting dalam menjaga pintu gerbang masuk dan keluar wilayah NKRI. Imigrasi menjadi pihak yang berwenang apakah seseorang itu dianggap cakap atau tidak untuk masuk dan keluar dari wilayah Indonesia. Imigrasi jugalah yang berwenang untuk mengusir (deportasi) warga negara asing (WNA) dari wilayah Indonesia apabila dianggap telah melakukan pelanggaran berat administasi keimigrasian. Dalam tugas pokok dan fungsi inilah maka Imigrasi menjadi lini terdepan dalam menjaga kedaulatan NKRI.

Tapi sayang, tidak semua masyarakat, bahkan pegawai Imigrasi menyadari hal ini. Imigrasi hanya diidentikkan dengan penerbitan paspor. Tapi lebih dari itu, Imigrasi sejatinya adalah instrumen legal dari pemerintah untuk menjaga kedaulatan NKRI, selain Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Melihat kekhawatiran tersebut, dapat kita ambil contoh sebagai berikut. Untuk menjaga wilayah perbatasan Indonesia misalnya, maka ada beberapa pihak yang terkait selain TNI yang bertugas menjaga kedaulatan NKRI, diantaranya Imigrasi (Imigration ­– Kementerian Hukum dan Ham), Bea dan Cukai (Customs – Kementerian Keuangan), Karantina (Quarantine – Kementerian Kesehatan), serta pihak Pemerintah Daerah setempat yang ditugaskan di daerah perbatasan. Dalam beberap kasus tertentu, keberadaan pihak Imigrasi seakan tidak dianggap. Imigrasi hanya diposisikan sebagai Instansi formalitas saja. Bahkan tidak jarang dalam rapat-rapat tertentu, pihak Imigrasi hanya dipandang sebelah mata,atau bahkan tidak diundang sama sekali.

Hal ini menjadi suatu pukulan telak bagi Imigrasi sendiri untuk berbenah. Imigrasi jangan hanya menyalahkan masyarakat, tapi sadarilah bahwa yang membuat wibawa Imigrasi turun, adalah pegawai Imigrasi itu sendiri. Perubahan pola pikir menjadi hal yang penting, agar Imigrasi dapat dihargai dan dihormati oleh masyarakat. Bagaimana mau dihargai, kalau penerbitan paspor dapat diurus dengan prosedur kilat. Bagaimana mau dihormati kalau dalam penerbitan paspor, masyarakat harus dipungut biaya tinggi yang tidak sesuai dengan SOP. Sebagai instansi penghasil terbesar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Kementerian, harusnya Imigrasi mengetahui posisi strategis ini untuk berbenah.

Re-Orientasi Kebijakan Keimigrasian
Namun, di saat perkembangan zaman menuntut reformasi birokrasi di segala lini, maka menjadi suatu keniscayaan bagi Imigrasi untuk merestorasi dirinya menjadi lebih baik. Imigrasi dituntut untuk lebih dekat dengan masyarakat dengan perbaikan dari segi pelayanan. Adanya transparansi dan akuntabilitas proses tentunya menjadi hal mutak diperlukan.

Oleh karenanya pada tahapan inilah, maka Imigrasi wajib untuk merubah sistem pelayanan keimigrasian, misalnya dalam penerbitan paspor. Terkait dengan reformasi tersebut ada 3 (tiga) kebijakan keimigrasian baru yang diharapkan dapat memulihkan kepercayaan masyarakat kepada Imigrasi, yaitu Pertama, penerbitan paspor tanpa tanda tangan pejabat yang mengeluarkan.  Hal ini mengacu pada Standarisasi Fitur Pelayanan Paspor, sebagai wujud percepatan pelayanan di bidang keimigrasian, khususnya pelayanan paspor. Untuk paspor yang telah diterbitkan sebelumnya oleh Kantor Imigrasi, dimana masih terdapat halaman tanda tangan pejabat yang mengeluarkan dan sudah diterima pemohon, tetap dapat digunakan sebagai Dokumen Perjalanan RI yang sah hingga masa berlakunya habis. Sedangkan untuk pemohon yang pada saat ini mengajukan permohonan paspor di Kantor Imigrasi, maka akan mendapatkan paspor baru dengan tidak ada lagi halaman tanda tangan pejabat yang mengeluarkan. Kebijakan ini dikeluarkan, untuk meminimalisir terhambatnya proses penerbitan paspor RI, apabila pejabat tersebut sedang tidak berada di Kantor misalnya.

Kedua, adanya pelayanan penggantian paspor satu hari jadi. Hal itu telah diujicobakan untuk Layanan Penggantian Paspor sejak bulan April 2013, yang hingga saat ini hanya dapat dilakukan di dua Kantor Imigrasi Jakarta Pusat dan Jakarta Barat. Di masa mendatang, pelayanan ini dapat diaplikasikan di seluruh wilayah Kanim di Indonesia.  Layanan permohonan penggantian paspor satu hari jadi di kedua Kantor Imigrasi tersebut saat ini sudah dapat dilakukan secara online melalui website Ditjen Imigrasi di www.imigrasi.go.id. Hal ini dilakukan sebagai upaya meningkatkan kemudahan pelayanan dan meminimalisasi sejumlah hal yang dapat merugikan masyarakat.

Ketiga, terkait dengan pelaksanaan pembayaran pelayanan keimigrasian melalui BNI (Bank Perspektif). Kebijakan ini dikeluarkan untuk mewujudkan percepatan pelayanan keimigrasian dan memutus rantai pungutan liar yang kerap terjadi. Pembayaran layanan keimigrasian melalui BNI telah dilaksanakan per 01 Oktober 2013 untuk layanan permohonan paspor terlebih dahulu. Secara bertahap semua pembayaran Layanan Keimigrasian akan dilakukan melalui BNI. Mekanismenya adalah pemohon paspor (Layanan Keimigrasian) sebelumnya membayar langsung ke BNI dan akan mendapat voucher. Selanjutnya, pemohon diminta datang datang ke Kantor Imigrasi dengan membawa voucher dan persyaratan yang ditentukan. Diharapkan hal ini dapat mengurangi antrian tahapan pembayaran yang dilakukan di Kantor Imigrasi oleh pemohon paspor. Namun sayangnya, tidak semua Kantor Imigrasi dapat melaksanakan kebijakan ini, karena terkendala beragam faktor.

Wibawa Imigrasi adalah Wibawa Bangsa
Sejatinya, masih banyak permasalahan dan perbaikan yang harus dilakukan oleh Ditjen Imigrasi, dalam rangka mewujudkan Imigrasi menjadi Instansi yang bermartabat dan berwibawa. Selain masalah pelayanan yang selalu menjadi sorotoan publik, tentunya pengingkatan kinerja dalam rangka pengawasan dan penindakan orang asing juga menjadi prioritas utama. Yang tak kalah pentingnya juga memaksimalkan pendayagunaan peran inteligen keimigrasian dalam menjaga kedaulatan dan keutuhan NKRI. Tidak sedikit orang asing yang masuk ke wilayah Indonesia, ternyata merupakan mata-mata (spionase) dari negara lain. Penguatan kebijakan selektif (selective policy) kiranya dapat diterapkan secara utuh dalam konteks keimigrasian dewasa ini.

Namun, dalam tulisan singkat ini, kiranya dapat membuka mata kita semua bahwa ditengah ketidakpercayaan publik terhadap Imigrasi, sesungguhnya Imigrasi tidak berdiam diri. Jadikanlah Imigrasi menjadi mitra kerja pembangunan bangsa dan institusi penjaga kedaulatan negara. Wibawa Imigrasi tentunya menjadi cerminan wibawa suatu bangsa. Oleh karenanya, dibutuhkan peran serta masyarakat untuk mewujudkan Imigrasi menjadi lebih baik. (ALVI)

Muara Enim, November 2013
M. Alvi Syahrin

No comments:

Post a Comment