Akil Mochtar, Ketua Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia (MK), menambah daftar panjang Pejabat Negara yang
ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena terlibat kasus penyuapan
(korupsi)
Peristwa penangkapan bermula
ketika sejumlah Penyidik KPK keluar dari rumahAkil Mochtar di Kompleks Menteri,
Jalan Widya Chandra III No 7, Jakarta Selatan pada hari Kamis (3/10). Seperti
diketahui Akil tertangkap KPK dalam Operasi Tangkap Tangan menangkap Akil di
kediamannya di Kompleks Widya Chandra, Rabu sekitar pukul 21.00 WIB.
Akil Mochtar diduga telah
menerima sejumlah aliran dana haram (penyuapan) dari beberapa pasangan calon
Kepala Daerah terkait dengan pemenangan sejumlah pilkada di beberapa daerah.
Sebut saja pilkada di Lebak (Banten),
Gunung Mas (Kalimantan Tengah). Akil Mochtar disinyalir menyalahgunakan
kekuasaannya selaku Ketua MK untuk memenangkan salah satu pasangan calon
tertentu dengan merubah amar putusan. Terkait dengan kasus ini, maka sejumlah
sengketa pilkada yang diputuskan pada rezim kepemimpinan Akil Mochtar selaku
Ketua MK, ditinjau kembali keabsahannya. Bahkan sejumlah Kepala Daerah terpilih
pun kini statusnya telah dijadikan saksi oleh KPK dalam kasus ini.
Direktur Advokasi Pusat Kajian
Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, Oce Madril, mengatakan ada dua modus suap
yang dipakai oleh mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar. Pertama adalah
menjual putusan yang sudah ditetapkan kepada pihak yang beperkara. Modus kedua, Akil memanfaatkan kekhawatiran
pemohon dan termohon perkara. Pihak yang menang dalam pemilihan khawatir kalah
di Mahkamah Konstitusi. Akhirnya, pihak yang memberikan uang yang paling banyak
itu yang dimenangkan
Berdasarkan penelusuran Tempo, Akil diduga menggunakan
berbagai trik untuk meminta imbalan uang dari pihak-pihak yang bersengketa.
Misalnya, Akil meminta imbalan uang untuk mengamankan pemenang pemilihan kepala
daerah dalam sengketa di Mahkamah Konstitusi. Modus ini terungkap dalam
sengketa pemilihan Bupati Gunung Mas.
Akibat perbuatannya tersebut, KPK
menetapkan Akil sebagai tersangka terkait dugaan korupsi penanganan sengketa
Pilkada di Gunung Mas, Kalimantan Tengah dan Lebak, Banten. Penyidik KPK
menjerat Akil dengan Pasal 12 huruf c, Pasal 6 ayat (2), Pasal 12B UU No.20
Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sangkaan Pasal 12B tentang
gratifikasi baru ditambahkan kepada Akil lantaran KPK menduga Akil kerap
menerima pemberian hadiah atau janji yang berkaitan dengan jabatannya sebagai
Ketua MK. (ALVI)
Muara Enim, November 2013
M. Alvi Syahrin
No comments:
Post a Comment